Dua Minggu di Sarjah....

Tidak terasa dua minggu berlalu begitu saja, tidak ada hal yang aneh yang membuat saya merasa asing di negeri orang kecuali suhu udaranya yang begitu panas dan satu lagi belum satu kalipun turun hujan.

Sarjah, 25th July 20007

Wednesday, July 25, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Lowongan Kerja

Dibutuhkan SPG/SPB Syarat - syarat :
- Penampilan menarik
- Pria tinggi min 170cm
- Wanita tinggi min 160cm
- Pendidikan SMA - Diploma

Penempatan di mal - mal seluruh Jakarta untuk Produk Guess

Segera Hubungi :
PT. KHANIMO RIDHI UTAMA
Head Office :Jl. Raya Kranggan No. 65Jatisampurna - Bekasi 17433
Phone : 021 98293084 HP : 0815.8741108
Cp : Bpk. Santoso / kwitang

Sunday, July 22, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Awas Copet !......

Awas Copet brui....
Buat yang rute perjalanannya Slipi kalideres alias 88-kopaja. Ada baiknya anda berhati-hati banyak copet berkeliaran. Biasanya beroperasi pada saat tujuan akhir di Slipi dan Kolong Jembatan dekat Rel. Untuk menjalankan aksinya para copet tengik ini pura-pura mau turun dan ikut desak-desakkan sama penumpang lainnya.
Awas mereka beraksi !

Umumnya penumpang yang mau turun konsentrasinya fokus pada situasi di depan atau kiri kanan mobil tanpa menghiraukan desakan dan tangan jahil dari pencopet yang menguntit di belakang mereka.

Sedikit tips yang mungkin bisa membantu :

  • Perhatikan penumpang yang naik saat mendekati tujuan akhir, beberapa yang saya lihat mereka adalah komplotan pencopet( he he gak semua ya..... catat )
  • Sabarlah ketika mau turun jangan ikut desak-desakan di pintu, awas tangan di jahil dibelakang anda
  • Jangan sok pamer, mentang2 hp baru dompet tebal ini sasaran empuk para pencopet.
  • Dan berdoalah disetiap kesempatan
Mudah-mudahan membantu

Waspadalah Waspadalah Waspadalah !

Wednesday, June 27, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Lowongan Kerja

PT. KHANIMO RIDHI UTAMA
Head Office :
Jl. Raya Kranggan No. 65
Jatisampurna - Bekasi 17433
Phoe : 021 98293084
HP : 0815.8741108
Cp : Bpk. Santoso / kwitang
Dibutuhkan beberapa tenaga profesional untuk ditempatkan di berbagai perusahaan se jabotabek sebagai :

1. Security
2. Operator Produksi
3. SPG
4. Pelayan rumah makan
5. Administrasi

Untuk informasi lebih lanjut kirimkan lamaran anda atau datang langsung ke alamat di atas. Bagi yang memenuhi kualifikasi akan ditempatkan langsung.

Friday, June 15, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Paraz Salon Mungkinkah yang terakhir ?

Paraz Salon ....
Saya tidak tahu apakah ini project terakhir saya bersama Axis ?

Saya belum bisa memastikan sampai benar-benar saya telah berada disana tanggal 10 July nanti, tempatnya masih rahasia (soalnya belon tau boo).

Banyak hal yang terus terang saja membuat saya terharu untuk meninggalkan Axis. Maafkan saya teman, jangan sia-siakan perjuanganmu.

Cukuplah untuk mengambil pelajaran dari semua, anda tidak pernah bisa bekerja sendiri. Sehebat apapun anda. Maka adalah sesuatu hal yang sangat bijak untuk selalu memperhatikan segala aspek yang menyangkut sumber daya anda. Apakah itu employee, teman-teman anda, relasi ataupun pesaing-pesaing bisnis anda, tentunya dengan kapasitasnya masing-masing.

Kesuksesan akan selalu ada didepan. Saya akan merasa bangga jika kesuksesan itu ada pada axis. ingatlah ! misi dan visi dulu dan janganlah lupa melihat catatan sejarahmu.


...Sukses ..

Wednesday, June 13, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Teori vs Praktek

Teori tanpa adanya praktek kalo kata temen saya nol besar, Omdo alias omong doang, praktek tanpa teori ngak bakalan benar alias ngaco...Pilih mana dong ?

Setiap Sabtu dan Minggu saya mengajar pada sebuah lembaga kursus komputer, lumayan ada beberapa mahasiswa yang kursus. Selain tidak punya kegiatan apa-apa kalo hari libur kegiatan ini membuat waktu luang saya tidak terbuang sia-sia. Ingat !! jangan biarkan sedetikpun waktu anda menjadi sia-sia. Entah kenapa saya tidak terlalu menyukai kegiatan-kegiatan yang terlalu banyak mengoceh didepan kelas atau corat-coret di papan tulis untuk menjelaskan materi yang saya ajarkan modulpun biasanya saya selalu menyusul. Saya tidak menyukai teori ? Salah ! saya respek terhadap materi yang langsung dipraktekkan. (Learning by Doing)

Saya jadi ingat masa SMP dulu hampir setiap mata pelajaran tidak pernah mencatat, lebih parahnya lagi tidak membawa buku sama sekali (Sensor tidak ada yang boleh mengikuti jejak sang petualang). Thx buat sahabat baikku Hardiansyah atas sobekan kertasnya setiap kali mo ulangan harian. Kebiasaan ini berlanjut ke masa SMU dan Kuliah saya tetap tidak bisa berlama-lama mempelajari hal-hal yang berbau teori padahal 99% pelajaran di SMU dulu adalah teori, mau tau 1% nya apa? cuma pelajaran Pendidikan Jasmani. Anda mungkin bertanya-tanya koq bisa lulus ujian nasional ya...?? kan semuanya teori.

Yup.. Saya belajar dengan giat. Saya tidak menyalahkan guru saya dengan apa yang telah akan materi yang diajarkan, apalagi harus meyalahkan pemerintah dengan ujian nasional yang beberapa tahun terakhir terjadi pro dan kontra dimana-mana.

Apapun alasannya kita tidak bisa hanya menguasai salah satu saja, jika kita benar-benar ingin memahami sesuatu secara luar dalam maka teori yang baik harus juga diikuti dengan praktek yang benar. Sayangnya ini sangat sedikit diterapkan di dunia pendidikan kita khususnya di daerah-daerah. Saya tidak mungkin kembali ke SMU lagi untuk mengulagi materi-materi yang belum pernah saya praktekkan dulu (kacian dulunya ga ada lab) . Satu hal yang sangat saya harapkan semoga dunia pendidikan kita mampu menerapkan sistem pendidikan yang seimbang Teori VS Praktek dengan demikian kita tidak cuma melahirkan pakar-pakar yang cuma bisanya mencontek teori-teori saja tetapi ahli benar-benar mengusai secara teknis. Jika demikian kita tidak perlu import teknologi bukan ????

Monday, June 4, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Lan Serasan Sekentenan

Beberapa bulan ini saya ga sempat buka-buka blog, paling cuma e-mail yang dibaca sedikit-sedikit. Sibuk ?? gak juga, cuma rada puyeng aja dengan urusan kerjaan. Tiga bulan terakhir setelah dibuat mabok sama Fedora dan dosemu ( bukan dosaku loh ! ) , saya coba terusin coding lagi, lama ga coding rada susah mulainya untungnya tuan google yang baik hati setia membantu. Ada beberapa project yang belum sempat diselesaikan udah nunggu, gaya sok sibuk ya... he.. he .. he, padahal cuma ngerjain punya orang.. ya udah nasib jadi employee.

by the way.. saya tidak begitu tertarik membahas masalah program ataupun coding (saat ini),
but remember !!.... it's realy not a bad idea if you want to be a programmer. . . swear !.

"Bumi Lan Serasan Sekentenan" Ini dikenal sebagai jargon kabupaten Musi Rawas terdapat makna yang mendalam pada kata tersebut. Bumi yang damai, saling bekerja sama, toleransi dan bahu membahu tentunya untuk kemakmuran masyarakat Musi Rawas. Sungguh indah jika mampu kita wujudkan. Amin...

Berbicara masalah jargon, negeri ini penuh sesak dengan jargon-jargon yang menjadi tren di masyarakat walau terkadang tanpa diketahui arti yang sebenarnya. Pemimpin-pemimpin negeri ini sangat menyukai jargon sebagai gaya dalam kemimpinannya, begitupun dengan masyarakat kita seringkali menggunakan kata-kata unik untuk membuatnya jadi dikenal di masyarakat.

" Bersama Kita Bisa ", Siapa yang tidak kenal jargon ini di Indonesia? inilah jargon yang mengantarkan SBY menjadi presiden, walaupun saya masih menyimpan tanda tanya besar "Bersama siapa dan Bisa Apa ??" terdapat makna yang rancuh dan memancing peluasan dan penyempitan makna. Mungkin anda boleh mempraktekkannya.. he he...

Kita tidak bisa pungkiri bahwa kebiasaan masyarakat kita akan tren jargon ini menjadi salah satu media yang sangat efektif dalam menyampaikan suatu pesan baik itu bersifat ekonomis ataupun politis. Makanya tidak heran kalo iklan-iklan di TV kita selalu menggunakan jargo-jargon aneh untuk menarik perhatian konsumen.

Jauh sebelum masa reformasi penguasa di tanah air kitapun selalu memakai jargon-jargon unik seperti "Stabilitas dan Keamanan Nasional ". Terkadang bisa ampuh juga loh buat senjata ! Contoh : " Unjuk rasa menuntut keadilan dianggap mengganggu keamanan dan stabilitas nasional ". Digaruk deh ama aparat. Adalagi yang lebih sering didengungkan pada masa pemerintahan orde baru. " Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi ", kalo ngak salah sudah banyak tanah warga yang digusur dengan dalih ini, walaupun jelas-jelas konglomerat yang akhirnya membangun Mall, Apertemen dll yang tentunya untuk kepentingan pribadinya.

Palembang Kota BARI (Bersih Aman Rapih dan Indah). Coba lihat :
Sudah Bersihkah ?
Amankah ?
Rapihkah ?
Atau Sudah Indahkah ?

Bagaimana dengan Musi Rawas dengan Bumi Lan Serasan Sekentenan ?


By.Dillah

Thursday, May 24, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Kiriman Dari Samudra Hindia

“Tengok Ataaat….!!!!”
Oleh : Sugianto Thoha

Menatap matahari mengingatkan aku akan dua orang yang aku kenal.

Pertama om Ponijo, seorang sarjana muda UGM yang menjadi tenaga kerja sukarela (TKS Butsi) di dusun Binjai di akhir tahun tujuh puluhan.

Yang kedua kapten Harry Ho nakhoda kapal warga negara Singapura yang berlidah cadel dan suka berteriak.

Om Ponijo mempunyai pengalaman yang sangat unik dan menarik. Pada waktu itu, karena sering kekosongan guru om Ponijo sering membantu menjadi guru sementara di SD di dusun kami.

Orang Binjai, sebagaimana pula orang-orang pinggiran sungai lainnya, menentukan arah merujuk kepada aliran sungai. Yaitu dulu, dilo, lembak dan darat. Dulu berarti arah di hulu sungai, dilo berarti arah di hilir sungai, lembak berarti daerah dipinggiran sungai sedangkan darat berarti daerah yang arahnya menjauh dari pinggiran sungai. Kami tidak menggunakan (tidak mengenal) mata angin timur, barat, selatan dan utara seperti yang di ajarkan di sekolah-sekolah.

Suatu hari, ketika sedang memberikan pelajaran mata-angin kepada murid kelas lima tiba-tiba seorang lelaki tua masuk kedalam kelas, ia serta merta menyalahkan om Ponijo yang sedang mengajarkan pelajaran penentuan arah yang berpatokan kepada matahari tersebut. Menurut lelaki tua itu, timur, barat, selatan dan utara itu tidak benar, alias salah besar. Yang benar menurut dia hanya dulu, dilo, lembak dan darat saja. Om Ponijo mencoba menerangkan kepada lelaki tua itu, tetapi dia tetap tidak mau menerima. “Selagi air sungai hanyut ke hilir dulu, dilo, lembak dan darat sajalah yang benar” cetus lelaki buta huruf itu ketus.

Kapten Harry Ho sedikit pemalas dan tidak mau repot-repot. Ketika juru mudi menanyakan berapa derajat seharusnya haluan kapal diarahkan, dengan santai dia bilang arahkan saja kearah matahari terbit. ABK lama semua sudah paham sifat beliau yang temperamental, tidak ada yang berani bertanya. Sebab kalau ditanya dia akan berteriak keras-keras. Suatu ketika ia minta tolong kepada ku menggantikan tugas jaganya untuk sementara. “Saya mau tengok atat”. Ia berpesan. Sebagai crew baru aku tidak mengerti apa yang ia maksud, lantas aku bertanya, apa itu tengok atat. Tiba-tiba saja matanya mendelik, telunjuknya mengacung-acung keatas. “Tengook ataaat…tau!!!!”, dia meninggalkan ku yang bertambah bingung.

Kapten Harry Ho seorang penganut Budha yang ta’at, ‘tengok atat’ berarti menengok Yang Diatas alias berdo’a (meditasi) menurut agama Budha. Setiap hari ia selalu meditasi. Memang lucu kedengarannya kalau Cina totok berbahasa Melayu. Waktu itu kapal kami tengah berada di samudera Hindia, dari Eropa menuju Singapura, jadi haluan kami ke timur, kearah matahari terbit.

Menatap matahari, kadang-kadang perasaan ingin tahu muncul. Bagaimana ia diciptakan?. Kata para ahli, penciptaan matahari tidak terlepas dari penciptaan jagat raya secara keseluruhan. Menurut teori Big Bang (Ledakan Dahsyat) jagat raya tercipta 13.7 milyar tahun yang lalu. Yang pada mulanya merupakan kumpulan-kumpulan materi dan energi yang sangat padat dan panas yang bertumpu pada satu titik. Tumpuan yang padat dan panas tersebut mengembang dan akhirnya meledak seperti balon yang ditiup terus menerus. Ledakan yang maha dahsyat itu menyemburkan benda-benda langit ke seantero jagat raya yang pada waktu itu masih kosong melompong. Sebagian semburannya menjadi benda-benda langit dan gugusan bintang-bintang atau galaksi-galaksi yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 100 milyar galaksi.

Menurut seorang uztad yang aku ingat, selaras dengan ilmu pengetahuan modern tersebut diatas, 14 abad yang lalu Allah telah memberitahu umat manusia melalui nabi Muhammad SAW tentang asal muasal jagat raya yang pada mulanya memang merupakan kumpulan benda-benda langit dan bumi yang bersatu padu yang kemudian Ia pisahkan. (QS:Al-Anbiyaa30).

Setelah pemisahan yang dilakukanNya, Allah menyengaja turun ke awang-awang yang masih diselubungi gugusan asap yang tebal Kemudian Ia memerintahkan langit dan bumi untuk datang kepadaNya dengan patuh maupun terpaksa. Bumi dan langit datang dengan patuh. Seterusnya Allah menjadikan tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit yang bertingkat-tingkat. Yang mana pada lapisan langit yang paling bawah Ia hiasi dengan bintang-bintang (QS: Fushshilat ayat 11-12).

Matahari adalah bintang besar yang berada dalam galaksi Bima Sakti (Solar System) yang terdiri dari 8 planet. Matahari adalah planet terbesar dalam galaksi ini. Penampangnya dapat memuat 109 buah bumi yang disusun, sedangkan di dalamnya ia dapat menelan sebanyak 1,3 juta buah bumi. Suhu di permukaan matahari ialah 6000 °C sedangkan suhu didalamnya 15 juta derajat Celcius. Hidrogen merupakan zat terbesar yang dikandung matahari jumlahnya 92.1 %. Untuk mengeluarkan energi dan sinar yang terang benderang yang kita lihat di siang hari setiap detiknya diperlukan 700 juta ton hidrogen yang dibakar menjadi abu helium. Pada saat proses tersebut sebanyak 5 juta ton energi murni juga terlepas ke angkasa. Sehingga seiring berlalunya waktu lama kelamaan matahari akan menjadi ringan karena gas yang dikandungnya akan makin berkurang. Menurut perkiraan para ahli, matahari sudah aktif semenjak 4,6 milyar tahun yang lalu. Sebagaimana kandungan minyak dan gas di perut bumi, lambat laun bahan bakar yang ada dimatahari juga akan habis karena proses pembakaran tersebut diatas. Pada akhir masa ‘hidupnya’ matahari akan memproses helium menjadi elemen yang lebih berat sehingga matahari akan membesar menjadi benda langit raksasa berwarna merah yang akan menelan benda-benda angkasa yang berada didekatnya termasuk bumi.

Sa’at ini menurut para ahli lingkungan hidup, keselarasan hubungan antara matahari dan bumi telah terganggu. Dalam bukunya yang berjudul An Inconvenient Truth, Al-Gore menyatakan bahwa sejatinya bumi adalah sebuah planet yang sempurna, sehingga ia sering di sebut sebagai planet Goldilocks, karena suhu di planet ini sangat ideal. Energi matahari yang dipancarkan berbentuk gelombang sinar menembus atmosfir dan memanaskan bumi. Sebahagian energi itu memantul kembali ke udara dalam bentuk gelombang infra merah yang akan di serap oleh atmosfir. Energi yang terperangkap dalam atmosfir tersebut menjaga kestabilan temperatur bumi sehingga ia senantiasa berada pada batas yang ideal bagi manusia. Tidak seperti di planet Venus, gas rumah kaca disana terlalu tebal sehingga temperatur terlalu panas. Sedangkan di planet Mars gas rumah kaca hampir tidak tersedia sehingga suhu disana terlalu dingin.

Akan tetapi kesempurnaan temperatur bumi yang dianugerahkan Yang Maha Kuasa ini, menurut Al Gore telah di rusak oleh manusia sendiri. Gas rumah kaca makin banyak di hasilkan, karbon dioksida dibuang kelaut menghambat perkembangan batu-batu karang yang sangat penting bagi kelangsungan hidup binatang-binatang laut. Ozon makin menipis, bumi menjadi semakin panas. Tahun 2007 ini suhu bumi diperkirakan oleh para ahli akan naik setinggi 0.54 °C. Gejala ini di istilahkan sebagai global warming (pemanasan global). Akibatnya gunung-gunung es di Grenada dan Antartika akan mencair. Pencairan tersebut akan menenggelamkan permukaan bumi kedalam laut. Menurut menteri lingkungan hidup Rahmat Witoelar Indonesia akan kehilangan 2000 buah pulau pada tahun 2030 nanti.

Selain global warming ada juga yang disebut global dimming (peredupan global) yang ikut berperan dalam merusak planet bumi ini. Sebagaimana global warming, ia pun disebabkan oleh ulah (keserakahan) manusia. Global dimming di sebabkan karena makin bertambah banyaknya partikel aerosol yang berada di atmosfir. Partikel aerosol beserta debu-debu polusi menyerap energi dari matahari dan mementulkannya kembali ke udara. Selain itu debu-debu polusi juga mempunya sifat pengurai, ia mengurai awan menjadi butiran-butiran air yang banyak. Semakin banyak butiran air, semakin besar sifat pemantulannya ke udara. Selain itu butiran-butiran air yang dihinggapi oleh debu-debu polusi di dalam awan akan menghalangi sinar matahari yang akan menembus bumi. Bahkan sebaliknya ia juga memantulkan kembali energi matahari tersebut ke angkasa. Karenanya di beberapa tempat energi matahari yang mencapai bumi akan berkurang. Akibatnya bisa merusakkan tatanan lingkungan hidup dan dapat menyebabkan musim kemarau yang berkepanjangan di suatu wilayah.

Meskipun global warming dan global dimming adalah dua buah gejala kerusakan alam yang berbeda namun penyebabnya adalah satu yaitu manusia. Perlombaan pembangunan gedung-gedung kaca pencakar langit, kilang-kilang industri, sarana transportasi, komunikasi, senjata, reaktor nuklir, penempatan satelit di ruang angkasa dsb, yang menghasilkan karbon dioksida secara besar-besaran terbukti telah merusak keselarasan jagat raya yang dipercayakan oleh Yang Maha Kuasa kepada kita untuk menjaganya.

Menurut pendapat lain, bukan mustahil sering terjadinya bencana akhir-akhir ini merupakan bentuk protes alam terhadap kita yang tidak memperlakukannya secara arif. Ataupun sebagaimana kodratnya ia adalah tahapan-tahapan perjalanan menuju janji Allah yang tentunya akan Ia tepati, yaitu kiamat.

Benar atau tidaknya pendapat tentang tahapan-tahapan tersebut diatas tidak ada yang pasti, akan tetapi menurut para ahli, seriring dengan perjalanan waktu, perputaran bumi yang kita huni ini semakin lama akan menjadi semakin lambat, karena ia kehilangan energi kinetis yang di sebabkan oleh gesekan-gesekan pada permukaanya seperti adanya gempa laut, debu galastis angkasa, pengaruh cuaca angkasa luar, badai geomagnetis dan sebagainya.

Berita yang dirilis oleh NASA tanggal 10 Januari 2005 menyebutkan bahwa gempa yang menyebabkan Tsunami di lepas pantai Aceh tahun 2004 telah menyebabkan beberapa perubahan pada planet bumi kita. Panjang hari berkurang 2,68 mikro detik, rotasi bumi terganggu, bentuk bumi berubah tipis karena meratanya sebagian kecil cembungan diatas khatulistiwa. Selain itu kutub utara bumi bergeser sejauh 2.5 cm kearah 145° bujur timur. Pergeseran ini disebabkan oleh berpindahnya massa (berat bumi) dari satu titik ke titik yang lain secara besar besaran

Mambaca fakta tersebut diatas, ternyata selain menghilangkan ratusan ribu jiwa manusia, gempa bumi yang terjadi di satu titik epi-center di lepas pantai Aceh tersebut telah memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap planet bumi yang kita huni ini. Maka timbul berbagai macam pertanyaaan. Bagaimana kalau tiba-tiba gunung-gunung es di kutub runtuh secara mendadak, menimbulkan gelombang laut yang besar sehingga menggetarkan dasar laut, patahan-patahan tektonik jadi ambruk karenanya. Berapa besar gulungan ombak tsunami yang akan melumatkan pantai?. Berapa milyar kubik air laut yang akan masuk kedalam sungai?. Seberapa deras arus terbalik yang akan diciptakannya? Bagaimana dengan rotasi bumi? Porosnya akan berpindah tempat. Tidak mustahilkah kalau ia akan berhenti bergerak atau bahkan berputar kearah sebaliknya?.

Manusia berlomba sesamanya, mereka menciptakan alat dan mesin-mesin super modern untuk mengantarkan mereka menuju supremasi dunia. Namun apa akibatnya, bumi tidak sanggup menanggung beban yang sangat berat tersebut. Ia batuk-batuk. Ia terluka disana-sini. Bumi menangis. Takdir dan tahapan-tahapan memang sudah ditetapkanNya, tetapi kenapa manusia mempercepatkannya.

Kembali menatap matahari, aku jadi membayangkan bagaimana kalau energi didalamnya habis. Helium akan ditransforamsikan menjadi elemen yang lebih berat, fisik matahari akan membengkak. Seperti bola raksasa yang menyala ia melayang-layang menghampiri bumi yang ketakutan. Bumi terpanggang, tidak hanya gunung-gunung es di kutub yang akan mencair. Tetapi bunga-bunga es di dalam kulkas anda pun tidak akan tersisa. Semua akan mencair menenggelamkan pulau-pulau dan benua yang sudah semakin gundul ini. Berjuta-juta kali lebih dahsyat dari lumpur Lapindo, cairan di dalam perut bumi menggelegak, ia menyemburat keatas meruntuhkan gunung-gunung yang karenanya melayang-layang seperti bulu burung yang ditiup angin. Goncangan amat dahsyat, perpindahan massa bumi tidak beraturan. Rotasi bumi tidak lagi berjalan, ia malah berputar kearah sebaliknya. Dari arah laut gulungan-gulungan ombak menyapu pesisir pantai, kuala sungai runtuh, tebing-tebing dipinggirnya longsor karena tidak sanggup menahan air laut yang mendesak hanyut ke hulu sungai.

Di dusun Binjai, aku mendapati lelaki tua yang buta huruf kebingungan, ia berlari bolak balik seperti setrikaan. Dia tidak tahu lagi mana dilo dan mana dulu sebab hari ini sungai tidak lagi hanyut kehilir. Hari ini sungai hanyut kehulu.

Di samudera Hindia kudapati sang juru mudi dengan mata merah menyala. Ia keheranan karena kapalnya tidak pernah tiba di Singapura. Perintah nakhoda mengarahkan haluan ke matahari terbit sudah ia lakukan, sampai-sampai matanya memerah tersengat cahaya. “Ya!”, kata seekor burung camar yang lewat. “Kamu tidak akan pernah tiba di Singapura sebab hari ini matahari tidak lagi terbit dari sabelah timur. Hari ini matahari terbit dari sebelah barat”..

Ingin berlari, aku mencoba menyingsingkan betis, namun seseorang memperingatkan bahwa aku tidak mempunyai sekelumit waktu bahkan untuk lari dari ketakutanku saja. Dalam kegalauan itu tiba-tiba sekali lagi nakhoda cadel yang suka berteriak melintas dibenak ku, ia menunjuk-nunjuk keatas, aku mengikuti arah telunjuknya. Disana kudapati matahari berada diatas sepenggala, langit putih berkilau bagaikan luluhan perak. Kapten Harry Ho membentak-bentak, ia geram melihat kebodohanku. Bukan menengok keatas langit yang ia maksud. Dengan suara cadel dan mata mendelik ia berteriak sekuat tenaga, “Tengoookk…ataaaaat,….tau!!!!”. Hah! Sekarang aku baru ingat dan mengerti apa yang ia maksudkan. (Kuwait, 03 April 2007)

Referensi :
Kitab Suci Al-Quran
http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Universe_expansion.png
http://www.solarviews.com/eng/sun.htm
An Inconvenient Truth, Al Gore
http://en.wikipedia.org/wiki/Global_dimming
http://www.jpl.nasa.gov/news/search.cfm
Lain-lain

Friday, May 11, 2007 | posted in | 1 comments [ More ]

IPDN Lagi

" Bubarkan saja " ini kutipan dari beberapa blog, berbagai komentar dan orasi unjuk rasa yang saya baca dan lihat dalam berbagai kesempatan mengenai polemik kekerasan IPDN. Berbagai kalangan baik praktisi hukum, Anggota DPR, Mahasiswa dan Masyarakat, bahkan anak SD pun kita lihat menyuarakan inspirasi mereka untuk menghapus segala bentuk kekerasan di IPDN.

Beberapa obrolan kosong dengan teman-teman kantor yang jujur saja selama ini mereka sangat apatis dengan apa yang terjadi disekitar mereka, apalagi menyangkut hal-hal konyol seperti ini. Tampaknya merekapun tidak mau ketinggalan bahkan ada yang sempat meniru-niru celoteh Gusdur " hanya gitu aja koq report" bubarkan saja lah".

Saya sependapat dengan Caknun yang beberapa hari lalu sempat melakukan dialog di Taman Ismail Marzuki bahwa apa yang terjadi di IPDN bukanlah kekerasan, tetapi merupakan kekejaman yang perlu diberantas.

Jika kita perhatikan dan mengikuti berbagai kasus yang terjadi di IPDN ini tidak lagi menyangkut antara senior dan junior perorangan, tetapi sudah merupakan bagian dari sebuah sistem yang terkoordinir artinya ini dilakukan bersama-sama dalam suatu lembaga. Ini terbukti dengan kasus yang terjadi pada tahun 2003 meninggalnya Wahyu Hidayat. Bagaimana bisa para tersangka yang digembor-gemborkan dipecat dengan tidak hormat dan harus mejalani hukuman ternyata masih kuliah bahkan sekarang sudah menjadi PNS. Koq bisa ?

Beberapa teman sempat mengkritisi saya kenapa koq ngotot banget mengiginkan IPDN bubar ? Saya pikir untuk membubarkan IPDN jauh lebih mudah dibandingkan membenahi kondisi yang sekarang. Mereka adalah sebuah sistem yang terintegrasi jika ada pembenahan maka harus dilakukan secara total itupun harus melalui analisa yang mendalam dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, apa bedanya dengan membubarkan ?
Beberapa hal yang mungkin perlu jadi pertimbangan kita mengapa IPDN sebaiknya dibubarkan :
  • Keberadaan IPDN sendiri Menyalahi Undang-Undang Pendidikan Nasional no.20 Thn 2003 artinya IPDN cacat hukum
  • MEREKA TIDAK MAU BERUBAH dan TIDAK AKAN BERUBAH terhadap budaya kekerasan
  • Indonesia tidak akan kekurangan orang pintar dan berbakat tanpa IPDN
  • Pengalokasian dana yang sia-sia dan hanya akan mencetak pemimpin-pemimpin yang bejat. Bayangkan untuk tahun ini komisi dua memberikan dana 130 Miliar. Uang Rakyat Untuk Membantai Rakyat. Kejam Kawan..
  • Tidak adanya hasil yang signifikan dari keberadaan IPDN selain tayangan-tayangan kekerasan.
dan masih banyak hal yang mungkin bisa dijadikan alasan untuk membubarkan institusi pencetak preman ini. Tentunya banyak juga praja-praja yang baik dan punya rasa tanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Kepada mereka saya mohon maaf. Tiada lain ini hanyalah semata-mata karena saya benci kekerasan.



Monday, April 16, 2007 | posted in | 1 comments [ More ]

Beberapa masalah Pada PC

PC Anda Bermasalah ? Mengapa Tidak Anda Perbaiki Sendiri?
Ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa sebuah PC dalam keadaan trouble . Dibawah ini adalah kasus-kasus yang umumnya terjadi. Semoga bisa Membantu ...


Floppy Yang Tidak Bisa Membaca Data

Setiap kali memasukan disket pada Floppy Drive, Sistem terlalu sulit membaca data dan selalu memberikan pesan ” please insert disk” atau ”Disk not formatted” bila dicoba pada komputer lain prosses reading didisket berjalan mulus tapa hambatan.

Pemecahannya :

  • Bersikan Floppy Drive dengan disk cleaner
  • Ganti kabel data (penghubung) dengan kabel data yang baru mungkin kabel data yang digunakan itu telah ada yang rusak atau bengkok.
Masalah pada baterai CMOS
pada saat komuter dihidupkan muncul perintah ” checkum Cmos error”

Pemecahannya :
Ganti baterai CMOS dengan yang baru

PC bermasalah
Pada saat bermain Game Komputer suka restart dan jika sedang memutar lagu, menginstall program suara menjadi terputus-putus.

Pemecahannya :
    • Ada masalah pada Memory (Memory tidak Compatible dengan Motherboard)
    • PC berkerja terlalu panas, Periksa suhu CPU melalui setingan Bios
    • Bongkar Processor bersikan kotoran,dan tambahkan thermal Grease di punggung Processor dan pasang ulang Processor.
CD-ROM bermasalah
CD-ROM tidak dapat membaca disk apapun, padahal status ” this device working properly”.

Pemecahannya :
Kemungkinan lensa Laser CD-ROM bermasalah, bersihkan lensa laser CD-ROM dengan pembersi (VCD lens Cleaner) bila tidak berhasil ganti CD-ROM anda dengan yang baru.

Tampilan Display Monitor Bermasalah
Display Monitor ada garis vertikal berwarna merah, hijau dan biru apabila display / layar berwarna hitam.

Pemecahannya :
Kerusakan ada pada dua kemungkinan yaitu :
  • VGA Card sudah lemah / bermasalah
  • Monitor telah tua atau rusak
Power Supply bermasalah
Kipas pendingin power supply berjalan lambat dan kadang-kadang berhenti.

Pemecahannya :
Disebabkan adanya kotoran berupa debu sehingga menjadi sulit untuk berputar / bergerak bersihkan, dan berikan pelumas pada poros kipas.

RAM 512 MB dikenali RAM 128 MB
Modul SDRAM 512 MB untuk Motherboard dengan Chipset BX yang lama,setelah dipasangkan BIOS hanya melaporkan RAM 128 MB.

Pemecahannya :
Modul RAM umumnya bertipe single sided. Chipset BX mendukung seluruhnya 6 slot dan dapat mengontak maksimal 128 MB / Slot jadi tukar Modul 512 dengan 2 Modul SDRAM 256 MB.

Friday, April 13, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Tahukah Anda ?

Pulau Sumatra (juga dieja Sumatera) yang terletak di Indonesia, merupakan pulau keenam terbesar di dunia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 42.409.510 jiwa (2000).

Di pulau Sumatra pernah terdapat beberapa kerajaan besar seperti Samudra dan Sriwijaya pada kunjungannya ke pulau tersebut Ibnu Battuta (cendekiawan Islam asal Maroko) selalu melafalkan kata Samudra menjadi Sumatra, semenjak saat itu nama Sumatra dikenal luas sebagai nama pulau tersebut.
Sebelum dikenal dengan nama Sumatra, Pulau tersebut dikenal dengan nama Pulau Andalas.

Pulau Sumatra terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar, antara lain; sungai Asahan (Sumatra Utara), sungai Kampar, Siak dan Indragiri (Riau), sungai Batang Hari (Jambi), sungai Musi, Ogan, dan Komering (Sumatra Selatan). Di bagian barat pulau, terbentang Bukit Barisan yang membujur dari utara hingga selatan. Hanya sedikit wilayah dari pulau ini yang cocok digunakan untuk pertanian padi. Sepanjang bukit barisan terdapat gunung-gunung berapi yang hingga saat ini masih aktif, seperti gunung Merapi (Sumatra Barat) dan Kerinci (Jambi). Pulau Sumatra juga banyak memiliki danau, diantaranya danau Laut Tawar (NAD), danau Toba (Sumatra Utara), danau Singkarak, Maninjau, Diatas dan Dibawah (Sumatra Barat), danau Ranau (Sumatra Selatan)

Sungai Musi Terpanjang di Sumatera....
Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Provinsi Sumatra Selatan, Indonesia. Dengan panjang 750 km, sungai ini merupakan yang terpanjang di Pulau Sumatra. Sejak masa Kerajaan Sriwijaya, sungai ini terkenal sebagai sarana utama transportasi masyarakat.

Di tepi Sungai Musi terdapat Pelabuhan Boom Baru dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Sungai Musi membelah Kota Palembang menjadi dua bagian kawasan: Seberang Ilir di bagian utara dan Seberang Ulu di bagian selatan. Sungai Musi, bersama dengan sungai lainnya, membentuk sebuah delta di dekat Kota Sungsang.

Mata airnya bersumber di daerah Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi merupakan muara sembilan anak sungai besar, yaitu Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan.

Lahan seluas 3 juta ha di daerah aliran sungai (DAS) Musi dianggap kritis akibat maraknya penebangan liar. Kondisi ini dapat memicu banjir bandang dan tanah longsor.


Sumber Wikipidia

Tuesday, April 10, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Tanya Kenapa ?

Dari berbagai kasus yang ada di IPDN atau yang dulunya STPDN mestinya kita dapat mengambil pelajaran . Terutama bagi pengelolah dan pihak yang berwenang disana tapi kenyataannya peristiwa yang serupa terulang kembali satu lagi anak bangsa harus kembali menjadi korban kekerasan IPDN dan jika masih terus dibiarkan ya.. kita siap-siap saja tunggu giliran. Tapi yang jelas bukan saya bo..

Pada sekitar tahun 2004 saya pernah masuk ke lokasi STPDN di kawasan Jatinangor Bandung. Suasananya menurut saya sangat asri dan menyenangkan sangat jauh dari kesan kebrutalan dan kekerasan. Kalo kenyataannya disana malah jadi ajang SMACKDOWN wah itu mestinya dibubarkan saja kecuali gak punya nyali..

Tanya Kenapa ?

Monday, April 9, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Nuklir Iran dan Resolusi PBB

Nuklir Iran dan Resolusi PBB

Berdasarkan beberapa sumber yang saya baca, proyek nuklir Iran dibangun sekitar tahun 1953 oleh Amerika Serikat, Jauh sebelum terjadi ketengangan antara gedung Putih dengan Iran dua negara ini adalah sahabat karib, bahkan satu-satunya negara di dunia ini yang dapat merasakan pesawat cangih F14 buatan negeri paman Sam itu hanyalah Iran, ini mengambarkan betapa kentalnya hubungan kedua negara ini

Pada masa persahabatannya Washington megatakan bahwa Iran adalah negara yang sangat bersahabat di dunia. Selain dukungan Amerika, pembangunan reaktor nuklir Iran ini didukung oleh perusahaan raksasa Jerman Siemen. Entah dengan alasan apa sekitar tahun 72 Siemen mencabut dukungannya begitupun juga dengan AS dan proyek ini dibiarkan terbengkalai begitu saja.

Perjuangan rakyat Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir bukanlah sesuatu yang mudah begitu banyak pengorbanan berdarah yang telah dilalui. Perang antara Irak dan Iran dan juga revolusi Iran merupakan titik balik kabangkitan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan negeri ini. Jika sekarang pihak barat begitu kebakaran jengot dengan apa yang dilakukan Iran adalah suatu hal yang logis.

Dengan kondisi yang porak poranda akibat perang dan juga berbagai sanksi saja Iran mampu bangkit menjelma menjadi negara yang maju dengan segudang teknologinya bagaimana jika Iran benar-benar mampu mengembangkan teknologi dahsyat ini. Amerika tidak akan lagi menjadi negara adi kuasa, itulah yang ditakutkan Amerika. Jika sudah demikian gedung putih tidak bisa lagi degan seenaknya melakukan agresi ke berbagai negara, Israel tidak akan berani lagi berman-main dengan rudalnya di Palestina atau Libanon.

Memang tidak ada jaminan Iran tidak akan membuat senjata nuklir, tetapi tidak ada jaminan pula Amerika, Francis, Cina dan negara-negara pemegang hak veto lainnya untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Satu-satunya yang telah terbukti di dunia ini hanyalah Amerika Serikat. Hirosima dan Naga Saki pernah merasakannya.

“ Kembali kedalam negeri “
Beberapa waktu lalu presiden Iran Ahmaddinejad berkunjung ke Indonesia dan melakukan pertemuan dengan pemerintah. Pada waktu itu pemerintah indonesia seratus persen bulat-bulat menyatakan dukungannya terhadap Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir asalkan dengan tujuan damai. Mulai dari Presiden, Wapres, Jubir dan masih banyak lagi para pejabat lainnya menyatakan dukungan kepada Iran entah sekedar mau berpose di TV atau cuma mau jual tampang di media saja secara kompak menyatakan sangat mendukung Iran.

Sungguh sangat memalukan jika pada saat dikeluarkannya resolusi PBB untuk memberikan sanksi terhadap Iran pemerintah dengan gampangnya menyetujui. Dimanakah letak bebas aktif sebagai asas politik luar negeri kita, bahkan untuk meyatakan absten saja kita tidak berani. Saya tidak begitu paham seberapa besar pengaruh keputusan Indonesia jika berani mengatakan tidak terhadap resolusi yang dibuat dewan keamanan PBB tersebut, tetapi setidaknya kita masih punya wibawa dan bisa mengeluarkan aspirasi kita terhadap peradaban dunia. Saya mengutip perkataan Amien Rais beberapa waktu lalu yang kira-kira maknanya sebagai berikut:
“ Kita memang bebas di bawah bayang-bayang Amerika dan aktif di bawah ketiak Bush”

Iran tetap tegar walau dengan resiko sanksi yang diberikan, sementara Indonesia disibukkan dengan polemik dalam negeri atas sikap pemerintah yang plin-plan. Boleh jadi para elit politik akan terus memperdebatkan polemik ini walaupun sekedar cari muka. Entahlah akan dibawah kemana ....? Jikalau saya boleh memberikan suara saya hanya akan mengatakan :
“ Maju terus Iran Mengapa harus bergantung dengan orang lain, bukankah kita punya tempat bernaung yang lebih jaya diantara mahluk dimuka bumi ini, Dia yang mengusai apa yang ada di bumi dan langit, Dia yang berkuasa atas segala sesuatu. Lalu mengapa kita harus takut ?. “

Terlepas apakah proyek nuklir Iran nantinya berhasil atau tidak yang patut kita garis bawahi adalah bagaimana sikap seorang pemimpin yang begitu tegas dan berwibawa yang mungkin dapat kita teladani.

Sunday, April 1, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Kunjungan SBY

Dua hari yang lalu saya sempat nonton headline news di Metro TV tentang kunjungan presiden SBY ke daerah Sulawesi. Disana diberitakan kunjungan Presiden membuat warga kembali repot, ini mungkin berhubungan dengan kunjungan sebelumnya yang membuat beterbangan atap rumah warga dikarenakan kuatnya hempasan angin helikopter yang dinaiki pak SBY.

Saya tidak tertarik membahas masalah apa tujuan dan yang dihasilkan akan kunjungan pak SBY tersebut, tapi saya lebih tertarik dengan apa yang dilakukan para pejabat daerah dalam menyambut kedatangan SBY yang menurut saya adalah kiat menutupi borok pejabat daerah. Lihat saja Bagaimana Pemerintah daerah melakukan pembagunan dadakan terhadapa jalan dan fasilitas umum, himbauan terhadap warganya untuk tidak melakukan ini itu, belum lagi polisi pamong praja yang yang alih profesi jadi tukang gembala dengan menangkapi Kambing dan Sapi yang banyak berkeliaran di jalan-jalan, yang menurut saya lebih menyedihkan lagi adalah ibu-ibu PKK juga ikut berpatroli dan melakukan rahasia terhadap ibu-ibu rumah tangga yang menjemur pakaiannya di pekarangan rumah. (mungkin mau dibilang berbakti kepada suami kali ye ...)

Saya sempat berfikir bagaimana ya.. kalo pak SBY kunjungannya ke sala-satu desa di Musi-Rawas mungkin bisa ambil contoh di Kec. Ma Kelingi, saya jamin para pejabat disana akan kelimpungan saya berharap sih kunjungannya ke Desa Binjai, biar jalannya dibagusin gitu ..he he ..

Kesimpulan yang dapat saya ambil dari kunjungan pak SBY ke daerah-daerah adalah tidak semuanya merepotkan warga, terbukti warga mala berdesak-desakan mau ketemu dengan SBY, nah kalau ada kegiatan-kegiatan yang sifatnya seperti yang saya bicarakan di atas, itu adalah tindakan atas inisiatif pemerintah daerah untuk menutupi kebobrokan mereka. So saya sangat berharap sekali jika pak SBY akan melakukan kunjungan ke daerah khususnya pedesaan. Melihat cara dan sikap pemerintah daerah saya yakin hal seperti ini akan membuat mereka terpacu dan akan jadi cambuk yang menyakitkan untuk melakukan pembenahan diri tapi itu tidak masalah selagi warga dapat merasakan dampaknya. Hal ini sedang saya lakukan dengan berbagai cara : Surat, E-Mail, SMS atau teman-teman yang yang dapat memberikan akses kesana, dan jika ada beberapa orang yang melakukan hal seperti ini saya yakin pak SBY mau melakukan kunjungan ke daerah kita.

Ayo.. ada yang mau ikutan kita undang SBY..

Thursday, March 29, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Merengkuh Rembulan

Merengkuh Rembulan

Oleh Sugianto Thoha

(Email : sthoha@yahoo.com )


Saya sedang membaca dua buah buku silih berganti, yaitu La Tahzan (Jangan Bersedih) tuntunan untuk menjadi seorang insan yang berbahagia karangan Dr. Aid Abdullah al-Qarni dan Steps to the top karangan Zig Ziglar yang mengajarkan kiat-kiat menuju puncak.

Steps to the top:

Syahdan, gubernur Massachusetts sedang bejuang keras untuk memenangkan pencalonan gubernur untuk kedua kalinya. Ia kampanye sepanjang hari, tidak sempat makan siang dan terlambat datang pada acara bakar ayam bersama yang diselenggarakan oleh pendukungnya disebuah gereja.

Tatkala ia menyodorkan piring, perempuan tua yang berada diseberang meja menaruh sepotong ayam saja di piringnya. “Ma’af” katanya, “Bisa saya minta sepotong lagi?”.

“Tidak bisa pak, jatahnya hanya sepotong untuk setiap orang” jawab si perempuan tua sopan.

“Ibu tidak kenal saya” ia menekan. “Saya Christian Herter, Gubernur negara bagian ini”.

Perempuan tua itu menatap kedepan lalu berkata. “Dan saya adalah orang yang bertanggung jawab atas ayam bakar ini” tegas dan berani sembari memerintahkan sang gubernur maju sebab banyak orang yang antri di belakang.

Sumatera Ekpres 5 Februari 06 H, Dulmukti Djaja menulis dalam Refleksi dengan judul ‘Warga Belanda tak takut polisi’, ia menceritakan tentang kecintaan warga negara Belanda terhadap kebersihan dan kepatuhan mereka terhadap hukum. Warga Belanda tidak takut kepada polisi berkumis tebal ataupun akar bahar hitam yang melingkar di lengan seperti disini, tetapi takut kepada hukum yang berlaku di negara itu.

Kedua hal tersebut diatas tidak ada hubungannya dengan karangan yang akan saya tulis dibawah ini, tetapi sangat menarik untuk dijadikan sebuah renungan.

Lagipula, saya kurang berminat untuk menulis topik yang terlalu berat. Saya lebih cenderung kepada yang manis-manis saja, yang tentunya disukai setiap orang.

Seperti yang satu ini;

Lokasi kejadian adalah desa Ninh Phuoc terletak dipinggir pantai di propinsi Khan Hoa Vietnam Selatan. Desa ini dahulunya sangat terisolir, baru saja terbuka beberapa tahun lalu semenjak berdirinya sebuah galangan kapal milik perusahaan Korea disitu. Kaum pria disini sangat ringan tangan, pemabuk dan berlaku kejam terhadap perempuan. Para pelaut yang singgah menjadi idola bagi gadis-gadis remaja. Tidak saja mereka royal dalam hal materi tapi juga berlaku baik terhadap gadis-gadis itu. Sedangkan para orang tua akan bangga kalau ada orang asing berkunjung kerumahnya. Suasananya kurang lebih seperti kalau ada ‘belando masuk dusun’ begitulah.

Tanah masih lembab, gerimis baru saja berhenti. Desiran angin malam berhembus lembut, kelopak-kelopak bunga yang sudah mekar terjatuh dari kuntumnya, sedangkan putik-putik yang masih kuncup tersuruk-suruk diantara ranting-ranting perdu yang saling bergesekan.

Kami baru saja keluar dari pintu gerbang galangan kapal. Bau makanan laut bakar memenuhi rongga hidung. Kami merunuti sumber bau yang menyengak itu. Sekitar seratus meter dari pintu galangan, berpuluh-puluh pedagang cangkungan memenuhi kiri kanan jalan yang menuju ke kampung dalam. Jualan mereka bermacam-macam, makanan kecil, minuman ringan hingga minuman keras. Bahkan perempuan-perempuan berdandan menor pun ada disitu. Mendapati suasana seperti ini, rombongan kami pun terpecah belah, berhamburan sesuai selera masing-masing. Ya, seperti persatuan tahi kambing lah, kompak di dalam cerai berai kalau sudah diluar.

“Selamat malam” sapa seorang gadis kecil dengan bahasa Inggeris yang kurang mengena. Aku membalasnya. “Silakan duduk” ia menunjuk kearah bangku-bangku plastik rendah yang ada di sekeliling bakul dagangan. Seorang perempuan setengah baya duduk dibelakang bakul itu, tangannya mengipas-ngipas sotong kering (cumi-cumi besar) di atas tungku arang di hadapannya. “Ibu ku” ia mengenalkan perempuan itu padaku. Kami bersalaman. “Hoa” ia menyebut namanya.

Hoa yang dalam bahasa Vietnam berarti bunga adalah gadis kecil yang baru gede, umurnya baru masuk tujuh belas tahun. Di pipi sebelah kirinya menempel sebuah tanda hitam selebar daun jeruk nipis. Dandanannya asal-asalan saja. Bersandal jepit, rambut di ikat kebelakang. Baju yang sama kadang ia pakai sampai dua tiga hari. Aku memaklumi saja hal itu, sebab ibunya adalah seorang janda yang tidak punya. Ayahnya meninggal ketika Hoa masih berusia tiga tahun. Mereka anak beranak mengais rezeki di pinggir galangan kapal itu.

Walaupun terkendala komunikasi aku ‘dekat’ dengan Hoa. Hampir setiap malam aku mencangkung di bakulnya, minum sebotol limun dan melahap selembar sotong bakar selebar telapak tangan. Kadang-kadang aku memberinya hadiah-hadiah kecil. Ia sering kali berlaku manja kepada diriku. Kata teman-teman Hoa menyukai aku. Tapi, aku tak mau berpikir hingga sejauh itu. Toh kuncup ini masih berbentuk putik. Aku lebih pantas menjadi pamannya.

Suatu hari, aku terserempak dengan kuntum yang sedang mekar, keindahan bunga ini agak sulit aku gambarkan. Tapi kira-kira begini, bibirnya adalah Desy Ratnasari yang sedang tersungging, matanya Meriam Bellina yang sedang mengerling. Bodynya Maudy Kusnaedy yang sedang berjinjit. Hidungnya...? Sorry mas, ada masalah sedikit, pas-pasan saja. Tapi seandainya hidung itu di permak, maka ia adalah Lin Ching Hsia yang baru bersolek.

Aura kecantikan memancar deras dari kulit halus gadis pemilik salon di desa Ninh Phuoc itu. Ia berkilau-kilau laksana matahari membakar sahara. Kenal dengan dirinya adalah sebuah prestige, maka perlombaan diantara teman-temanpun di mulai. Setiap hari ada saja yang gunting rambut, cuci muka, potong kuku dan sebagainya. Mau tahu siapa pemenangnya? Sudah tentu pengarangnya dong!.

Singkat cerita akupun ‘dekat’ dengan Huong yang dalam bahasa Vietnam berati wewangian di musim semi. Huong berumur sekitar dua puluh satu tahun lebih sedikit. Ia berpenampilan trendy seperti foto model di sampul majalah remaja, bahasa Inggerisnya baik dan mudah dimengerti. Aku merasa nyaman berada di dekatnya. Aku seakan berada disebuah taman yang luas, burung-burung bercicitan, air terjun mendesir-desir. Pohon apel berbaris rapi menaungi semak perdu dan bunga-bungaan alam berwarna-warni ditepian sungai yang mengalir dibawahnya. Buah-buahan seakan-akan memberikan diri mereka kepadaku. Tangkai-tangkai anggur, rambutan dan tandan pisang pang yang harum baunya menjulur-julur kedalam pondok tempat aku lesehan diatas permadani hijau, sembari minum dari cangkir-cangkir berwarna perak yang indah ukirannya. Seorang bidadari bermata bundar menuangkan minuman yang tidak memabukkan untuk ku. Bidadari itu lalu membawaku ke pinggir sungai. Mata kami tertangkap sebiji buah apel yang tersembul dibalik dedaunan. Warnanya berkilau, menggoda untuk dipetik Kami mendekati pohon. Seekor ular mendesis-desis keluar dari dalam tanah, ia membujuk kami supaya memetik buah yang ranum itu.

“Petiklah jangan ragu” kata si ular.

“Aku akan memberi aba-aba. Pada hitungan ketiga petiklah apel itu” bujuk siular lagi.

Bidadari menjangkau dahan apel, ia bersiap-siap akan memetik.

Si ular mulai berhitung “satu....dua ..” tiba-tiba ia berhenti menghitung. Seorang lelaki India sekonyong-konyong tiba di tempat itu. Ia meniup serulingnya mengalunkan irama gangga. Serta merta kepala si ular bergoyang kekiri dan kekanan, tubuhnya meliuk-liuk seperti Inul. Bidadari kecewa sebab ular telah terlupa akan hitungan ketiga.

Aku terperanjat. Tangan ku menepis ke udara, Yusuf temanku yang mirip orang India menepuk pundak ku. “Mari pulang....” ia menggamit. Jam sebelas malam aku ketiduran di kursi selonjor di salon Huong.

‘Dekat’ dengan Huong berarti jauh dari Hoa, saking jauhnya sampai-sampai tidak terlintas lagi di dalam ingatan. Kata teman-teman Hoa mencari-cari aku. Ah! peduli amat sama anak kecil itu, pikir ku kala itu.

Peristiwa diatas terjadi kurang lebih empat tahun yang lalu, tatkala pertama kali barge kami melakukan perbaikan di galangan kapal Hyundai Vinashin yang terletak didesa Ninh Phuoc.

Sekarang kami kembali lagi ke desa Ninh Phuoc dalam rangka perombakan barge agar bisa memasang pipa bawah laut yang lebih besar diameternya. Aku menapak tilas. Orang-orang yang kukenal dulu masih ada disini, ada perubahan disana sini. Tapi kali ini aku lebih ‘dekat’ kepada Hoa dari pada Huong, bukan karena kuntum mekar itu sudah mulai layu ataupun putik yang kuncup ini sudah pun bersemi. Tetapi............

Hoa yang kukenal sekarang bukan lagi dia yang dulu. Dia bukan lagi gadis kecil yang berdiri dipinggir bakul dagangan ibunya. Hoa sekarang adalah pemilik dua buah warung yang ramai pengunjung di terminal bis karyawan. Ia seorang bos, beberapa orang gadis kecil bekerja untuknya. Penampilannya berubah 180 derajat, tidak kalah dengan gadis-gadis remaja yang berkeliaran di pusat perbelanjaan mewah di ibukota. Rambutnya yang berwarna hitam berkilau dibiarkan tergerai bebas di pundaknya. Tanda hitam dipipi sebelah kiri sudah tidak ada lagi, hanya barutan-barutan tipis bekas operasi tersisa disitu. Dia berpakaian modis dan trendy, jemarinya yang lembut menggenggam HP Samsung model terbaru. Aku takjub dan terpukau melihat perubahan drastis gadis yatim yang baru berusia dua puluh satu tahun ini.

“Kamu jahat.......!” sergah Hoa ketika kami bertemu kembali.

“Ya.....” aku mengakui. “Ma’af kan aku...” hanya itu yang bisa keluar dari mulutku.

Dengan suara sember dan mata berkaca-kaca Hoa mengungkit masa silam. Kala itu, dia merasa malu dan terhina ketika aku meninggalkannya tanpa sebarang alasan. Bermalam-malam ia menangis di dalam gubuknya yang hanya diterangi pelita kecil. Dia marah kepada kepapaan dirinya, yang dia pikir karena itu aku meninggalkannya. Dia mencari aku untuk meminta penjelasan. Tapi pesan-pesannya ku anggap sebagai angin lalu saja. Kemilau kecantikan Huong telah membutakan matahatiku. Aku tidak cukup punya nurani untuk mendengar rintihan gadis kecil yang menemukan figur pelindung dalam diriku. Cintanya yang pertama telah kukandaskan pada gugusan karang tajam yang mencuat dari lubuk keangkuhanku.

Hoa melanjutkan. Dia semakin tak sanggup menatap matahari ketika dia tahu aku menjalin hubungan dengan Huong. Ibaratkan langit dan bumi, dia hanyalah sebuah pelataran kecil tempat menapak para dewata yang menaiki tangga langit untuk memuja keindahan nirwana. Huong mencangking diatas nirwana itu. Salonnya laris manis, koceknya tebal. Ia membeli make-up buatan luar negeri, perhiasan emas bertaburan di tubuhnya.

Hoa pernah berpikir untuk berbaur dengan gelombang, berselimutkan buih-buih dan menenggelamkan perasaan marah, malu, kecewa dan frustasi ke dasar lautan yang melambai-lambai kepadanya.

LA TAHZAN, jangan bersedih. Ibunya selalu menasihati Hoa. “Tahanlah amarah mu dan ma’afkan orang yang menyakitimu”. “Bangkitlah, tentangkan matamu kearah matahari. Bakar dendam mu dengan sinarnya”. “Berusahalah, kejar ketinggalan mu dari orang lain”. Hoa merebahkan diri dipangkuan ibunya. Nasihat-nasihat bernas dan belaian lembut sang ibu menyejukkan hatinya. “Nak...” sambungnya lagi “suatu hari kau akan melebihi Huong dalam segalanya”. Hoa mendongak menatap wajah ibu yang memeluknya. Ibunya meneruskan “sekarang kita memang miskin, tidak punya apa-apa. Tapi ada rezeki dibawah matahari dan ada pula dibawah rembulan”. Hoa menangkap makna yang dalam itu.

Hari-hari berlalu, Hoa mulai bangkit. Sekolah dipagi hari, membantu ibu jualan di sore hingga malam hari. Dia tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun. Tidak pula dia membelanjakan uangnya sembarangan. Ada keuntungan dia gunakan untuk memperbesar modal bakul ibunya. Segala usaha dia jalankan, jualan kerang, jualan baju, buah-buahan ia lakoni. Usahanya terus menanjak. Satu warung sudah dibeli, dia membeli satu lagi. Dia mengkreditkan hand phone kepada karyawan galangan yang selalu mampir diwarungnya. Di hari valentine dia tidak berasyik masyuk seperti remaja-remaja yang lain, malah dia menjual bunga serta mengantarkan bunga-bunga tersebut ke alamat-alamat yang di tulis di pita bunga itu. Untuk menambah kepercayaan diri, dia membuang tanda hitam yang menempel di pipinya, memperdalami bahasa Inggeris dan sekolah tata rias rambut di kota. Dia kini telah melebihi Huong dalam hal penataan rambut. Ia adalah seorang hair stylist berusia muda, sedangkan Huong hanya tukang potong biasa.

Saya kembali membuka La Tahzan dan Steps to the top yang saya baca. Beratus-ratus halaman yang terjilid rapi dalam kedua buku itu tercermin utuh di dalam diri gadis muda yang dinamis ini. Meskipun saya tahu, dia tidak akan pernah tahu tentang buku-buku itu, apa lagi membacanya. Tetapi dia sudah mempraktekkan keseluruhan isinya. Betapa seorang gadis kecil yang terluka dapat melejit menembus batas-batas ketidak mungkinan yang senantiasa bersemayam di dalam alam pikiran negatif manusia. Ibunya sang motivator telah menyulut api semangat yang membakar perasaan rendah dirinya, menggali kemampuannya dan mendorong sehingga ia bergerak lebih cepat dari kebanyakan orang. Sabar, gigih, kosisten, jujur dalam berusaha telah ia jalankan. Ia tidak bermusuhan dengan Huong, tapi dendanmnya ia formulasikan menjadi sebuah energi dahsyat yang melontarkannya menuju puncak. Kini dia memang belum sepenuhnya mengungguli Huong, tapi sebentar lagi, dia akan...................

Malam itu, dikala bulan benderang menembus awan. Berdua kami duduk berhadapan, kepiting goreng, udang gala rebus dan makanan kecil serta minuman keras khas Vietnam terhidang diatas meja restoran tak beratap yang menghampar di tepi pantai. Hoa mengungkapkan obsesinya.

“Aku ingin benar-benar mengalahkan Huong” ia memecah keheningan.

“Oya..” aku menunjukkan antusiasme.

“Bagaimana...?” tanyaku memancing.

“Kalau Huong mempunyai salon kecil didesa ini, aku ingin memiliki salon yang besar di Nhatrang (ibu kota provinsi Khan Hoa)”. Aku menatapnya lurus sembari mengira-ngira berapa banyak biaya yang diperlukan.

“Dan aku ingin memiliki beberapa buah warung lagi dipinggir galangan itu” ia menambahkan. Aku makin tercenung.

“Aku akan berusaha untuk itu” seakan ia membaca pikiranku.

“Bagaimana?” tanyaku penuh selidik.

“Sebentar lagi aku akan berangkat ke Jepang. Aku akan bekerja disana selama dua tahun. Aku akan mencari modal untuk itu. Sekarang tinggal menunggu dokumen-dokumennya selesai” ucapnya datar.

Rasa kagumku makin bertimbun-timbun. Ambisi gadis berusia dua puluh satu tahun dari pinggir galangan kapal ini sungguh menakjubkan. Aku mengalihkan pandangan kelangit. Minuman khas Vietnam yang menyengat lidah itu sudah beberapa kali aku teguk. Awan yang tertembus sinar bulan berpendar di awang-awang. Kulihat gadis itu melompat dari gugusan awan yang satu ke gugusan yang lain. Awan itu melayang menghampiri bulan yang tersenyum. Makin dekat, gadis itu merentangkan kedua tangannya. Makin dekat lagi,....Nguyen Thi Hoa akan bersegera merengkuh rembulan.

Sugianto Thoha, Galangan Kapal Hyundai Vinashin, Desa Ninh Phuoc Vietnam 24 Februari 2006

Wednesday, March 14, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

NIBUNG

“I hope everything is ok, yo hu know I’ve been looking 4u 4 along time., when I was at Jkt (to follow the training of cisco system analyze as along as 2 week at DEPDAGRI, South Jakarta. nothing could be done, coz our communication is disconnected). we are fine, how about u & Jkt ? From :NIBUNG “

Sebuah pesan singkat kuterima kemarin (13/03/07 18:06). Luar biasa….. hanya itu yang pertama kali terfikirkan olehku. ”NIBUNG”, nama sebuah desa dimana sahabatku tinggal. Aku memang belum pernah kesana tapi aku tahu persis siapa gerangan pengirim pesan ini. Seorang sahabatku...BENI FARIZA

Dua tahun tidak ada komunikasi hingga pesan ini kuterima, Setelah keputusanmu untuk hengkang dari kota Metropolis bukan karena semakin menggilanya polusi tentunya ataupun kerasnya kehidupan metropolis membuatmu mengambil keputusan itu. Mungkin yang kau cari tidak ada disini sobat ? ya.. hanya itu yang kupahami...

Kemana saja dikau sobat ? Sudahkah kau temukan apa yang kau cari selama ini ??. Jikalau sudah, sungguh itu memang harus kau miliki, jika belum ketahuilah sebentar lagi akan kau temukan...

Sejenak kenangan di kaki Bukit sulap hingga kota Kembang beberapa tahun silam hadir menghiasi rongga kepalaku. Saat-saat penuh canda walau terkadang sedikit bermasalah, Heroes Shodow of Death, Champion Manager dan DIABLO yang dulu sering mengisi waktu luang bahkan waktu untuk kuliahpun kita sita bersama. Tidak bertatap muka memang, namun sms ini cukup membuat hatiku sedikit bahagia mendegar keadaanmu sobat.

” Tidak ada salahnya untuk mencoba, Optimis itu penting, kerja keras bukanlah segala-galanya ”

kurang begitu jelas ini yang keberapa kali kubaca petikan sms terakhir yang kuterima dua tahun lalu . Ini memang bukan pesan dari Robert T Kiyosaki, bukan juga dari Mafia Manager dan Pengakuan Zaman. Dua buku yang selalu memberikan berbagai strategi jitu menghadapi badut-badut bahkan sampai mafiaso ala Italia yang selalu berusaha membuatmu manut pada mereka untuk selalu mengatakan iya...

Sobat......Jangan pernah takut mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak kau sukai.
“Kamu adalah saat ini, tidak kemarin, bukan pula besok ataupun lusa yang menurut sebagian orang adalah hari baikmu “. Lakukan terbaik hari ini jika tidak ? Kamu tidak akan melakukan hal yang terbaik besok bahkan lusa sekalipun.

I’m fine and everything is OK

Jakarta, 14 Maret 07 00:06

Menakjubkan

Menakjubkan

Malam ini, 12 Maret 07. Ini untuk sekian kalinya mataku belum bisa terpenjam. Benakku masih dipenuhi oleh sebuah kalimat yang terlontar dari seseorang tadi pagi. Seseorang yang jujur saja sangat kukagumi. Seseorang yang menurutku akan menjadi idola setiap orang yang mengenalnya.

Layar Gaim yang selalu membuatku selalu tersenyum seakan turut mengutukku, hingga sesaat aku tidak bisa mengetikkan apa-apa. Menakjubkan fikirku...sungguh....

Buzz !
Beberapa pesan yang belum sempat kubalas membuat aku tersadar. Temanku ternyata masih menunggu konfirmasi dariku. Tanganku mulai menari di atas keyboard sekenanya, Aku belum bisa sepenuhnya fokus dengan pembicaraan kami sebelumnya.

Ga niat kali....?
Begitulah sebuah kalimat yang sempat mengetarkan layar Gaimku. Iya benar....kini aku tahu betapa besarnya kekuatan dari sebuah niat.
” Innamal a’malu binniyat ”

Sahabat ... Kamu memang tidak menjadi idola di INDONESIAN IDOL ataupun jadi bintang di AFI dan KDI. Tapi sesungguhnya kamu tetap jadi idola bagiku. "Tapi mau ga dia jadi Idolaku ya...??" ah... I don't care...egois ya...


Terima Kasih....Terima Kasih... Sahabat manisku

Tuesday, March 13, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

Tiram Yang Tersembunyi

Tiram Yang Tersembunyi
Oleh: Sugianto Thoha

Kelam di dalam kelam. Gulita di dalam gulita. Awan gelap menyelubungi langit nun jauh di sebelah timur pantai pulau Mindanao. Seorang lelaki muda bersama isteri dan anak perempuannya terlempar dahsyat dari perahu mereka yang di lamun ombak berlapis di lautan Pasifik. Bakul-bakul tiram hasil tangkapan, peralatan selam sederhana serta mesin tempel 25 pk yang sejak siang hari rusak, tenggelam di kepekatan malam itu. Anak beranak itu menggapai-gapai untuk sesa’at. “Raih tanganku” pekik lelaki itu. Isterinya tak menjawab. “Aku tak dapat melihat tangan mu ayah, gelap sekali” pekik sang anak panik. Lelaki itu berenang kearah anaknya, setelah dekat dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki lelaki itu memakaikan pelampung yang tadi sempat ia raih kepada sang puteri. “Berdo’alah anakku, agar engkau mendapatkan cahaya” bisiknya pelan. Diam, kemudian lelaki itu hilang kedasar lautan.
*
Barge tempat penulis bekerja, tengah sandar di sebuah dermaga di kawasan Jurong Singapura. Barang-barang proyek, dinaikkan dari trailer-trailer yang berjajar menunggu antrian. Crew bekerja keras mengejar tenggat waktu, karena barge ini akan segera di berangkatkan ke Sharjah, Uni Emirat Arab. Raul petugas bagian material berkebangsaan Filipina sibuk berlari kesana kemari mengurus barang-barang yang datang.

Sore itu awal bulan April 2006, Raul yang lelah dan stress mengajakku keluar mencari hiburan. Aku langsung mengamininya, toh aku bisa santai-santai sekalian cari-cari inspirasi buat tulisan di Linggau Pos, kehidupan malam disini, misalnya.

Dari Pioneer road dengan menumpang bis kota kami menuju ke Jurong Point, maksudnya mau naik MRT (kereta cepat) dari statsiun Boonlay menuju ke pusat kota, tapi sudah terlalu malam, kami jadi naik taksi saja. Lalu lintas lancar tanpa hambatan. Tidak terasa kami sudah berada di pusat kota. Taksi kuarah kan menuju kawasan terpandang di Singapura Orchard Road, tepatnya Orchard Tower dimana beragam-ragam jenis hiburan malam terdapat disitu. Di depan pintu masuk para penerima tamu melambai-lambai. Sebagian klub mengenakan cover charge seharga 28 dollar Singapura, kira-kira Rp 150.000 sebagian lagi gratis. Kami lalu turun ke lantai dasar, disana terdapat beberapa buah bar Filipino. Raul ngajak ku masuk ke bar Peyton Place. Pelayan membawa kami ke sebuah meja bundar berkursi jangkung yang masih kosong di barisan tengah. Sebuah grup band bernama Jim Beam dari Filipiina tengah memainkan lagu-lagu berirama keras. Tiga orang penyanyi wanita berpakaian minim menari erotis dan vulgar. Tidak kerasan disitu aku mengajak Raul keluar.

Kami akhirnya pindah ke bar Blue Banana yang tidak jauh dari Peyton Place. Penyanyi di panggung memberi salam begitu kami melangkah masuk. Mereka terdiri dari dua orang laki-laki muda dan seorang gadis cantik berpakaian sopan. Interior bar itu bernuansa gelap dipadu dengan lampu-lampu gantung berwarna ungu berbentuk seludang tua yang hampir masak. Seludang tua itu berayun-ayun membiaskan cahaya temaram pada permukaan kulit orang-orang yang berlalu lalang dibawahnya.

Kami duduk di kursi bagian depan, Raul langsung memesan minuman, ia membayar 36 dollar harga minuman itu. Rileks dan vakum beberapa sa’at, Raul kelihatan iseng sekali. Lagu sendu nan romantis berjudul ‘hello’ dikumandangkan diatas panggung. Raul hanyut dalam irama lagu itu. Dari arah belakang seorang gadis muda celingukan seperti mencari seseorang, Raul menyapa sekenanya “hello, is it me you’re looking for...?” (halo, aku kah yang kau cari...?), mengutip bait terakhir lagu Lionel Ritchie yang baru saja usai dinyanyikan. Pancingan itu mengena, gadis itu tersenyum mendekat kearahnya, sejurus kemudian mereka terlibat dalam pembicaraan yang hangat dan mengasyikkan. “Sorry ya, aku duluan...!” Raul meledekku.

Keki juga di ledek teman yang satu ini, tapi apa yang bisa kubuat. Aku hanya duduk sendiri, meratap sepi di tempat yang seramai ini. Lagu demi lagu telah dinyanyikan, pengunjungpun datang dan pergi silih berganti, namun tak seorang pun yang hirau pada ku. Bahkan Raul pun seperti sudah melupakan temannya ini, ia terlalu asyik dengan gadis yang baru dikenalnya itu. Ah! Aku jadi manyun sendiri. (Kasian deh lu!).

Sejurus kemudian, aku tersentak dari ratapan batinku itu. Seorang pelayan tiba-tiba melangkah ke arahku. Bagaikan magnit ia menyita seluruh perhatianku. Kedua kakinya yang indah melangkah jenjang diatas lantai pualam bar itu. Pandangannya redup dan bola matanya bundar menatap lurus kedepan. Ia mengibas-ngibaskan rambutnya yang tergerai lepas laksana mayang korma yang lembut lunak di belai angin gurun. Gaunnya sangat serasi, ia mengenakan baju panjang bercorak batik berbelah tinggi di pinggirnya. Kehalusan kulit gadis itu setara sutera lembut yang dikenakan orang-orang yang bertelekan diatas dipan yang dilapisi permadani berwarna hijau. Aku menoleh kesekeliling, mata-mata para pengunjung membelalak besar laksana burung hud hud menyaksikan ratu Balqis menyingsing tepi kainnya diatas pualam yang berkilau bening laksana air yang mengalir di dasar sungai.

Dadaku berguncang dahsyat, butir-butir peluh menyeruak dingin di kulit wajahku yang memucat. Kalaulah aku mewariskan sedikit saja kefasihan nabi Sulaiman dalam bertutur kata, tentu akan ku sapa Balqis dari Filipina ini dengan lemah lembut. Namun apa daya, rahangku serasa terkunci rapat oleh sebuah belenggu yang melingkar erat di kuduk ku. Suara ku tercekat di kerongkongan, lidahku keluh, pahit bagaikan menelan buah zaqqum yang tumbuhnya didasar jahanam. Kini pelayan itu semakin hampir kepadaku, kami hanya berjarak sejauh desahan nafas yang terlepas. Ia mengerlingkan mata indahnya kearahku. Kerlingan itu begitu menawan, alisnya tebal hitam laksana tongkol jagung kaum Madyan yang kebunnya terbakar di malam hari. Bulu matanyapun lentik lentur berbaris rata seperti benang sari putik-putik bunga surga yang belum dihinggapi lebah. Aku tidak akan berbantah-bantah tentang kecantikan gadis itu. Tidak seperti kaum Madyan yang bakhil dan serakah berbantah-bantah tentang kebun mereka. Dan tidak pula ingkar akan keindahan itu. Tidak seperti kaum ‘Ad maupun Tsamud penduduk lembah Hijr yang ingkar lagi menyombongkan diri didalam rumah-rumah yang mereka pahat diatas bukit batu. Aku takjub memandangnya, sebagaimana Adam takjub memandang Hawa di waktu pagi. Maka nikmat tuhan manakah yang kamu dustakan.......?

Gadis itu berlalu, aku hanya ternganga tak bersuara.

Ia menyambangi meja diseberangku. Seorang laki-laki tampan berpakaian mahal memanggilnya kesana. Mata sipit laki-laki itu memerah terkena pengaruh alkohol.

Beberapa pasangan melantai mesra di lantai dansa yang temaram. Pelayan-pelayan lain sibuk melayani para tetamu yang hanyut dalam suasana romantis malam itu. Bahkan beberapa diantaranya bergayut mesra dipangkuan para hidung belang yang menjejalkan tip tebal di kantong mereka.

Laki-laki tampan di seberang meja mengumbar kata-kata manis kepada pelayan yang bersikap santun itu. Ia mengulur beberapa lembar uang kertas dari dompetnya. Namun gadis itu menolaknya dengan sopan. Laki-laki itu kian geram, ia mengoceh tak menentu. Gadis itu mulai gamang ketakutan. Tiba-tiba, laki-laki tampan itu mencengkeram erat pergelangannya. Gadis itu meronta, ia berjinjit kebelakang dan berteriak minta tolong. Aku bangkit dari kursi yang kududuki, berlari keluar memanggil body guard yang berdiri di depan pintu. Dua orang laki-laki bertubuh tegap dengan tangkas membekuk laki-laki kurang ajar itu.

Laki-laki itu sudah dibawa keluar, suasana tenang kembali.

Pelayan tadi itu mendekatiku, aku mengeser ke kursi sebelah. “Maraming salamat” ia mengucapkan terima kasih pada ku. “Walang problema” tidak apa-apa, jawabku dalam bahasa Tagalog seadanya. “Kamustaka?” ia menanyakan kabar berbasa-basi. “Mabuti”, baik-baik saja jawabku lagi. “Anong pangalan mo....?”, kuberanikan diri menanyakan namanya. “Cheska” jawabnya pelan. “Anong gina gawa mo...?” Cheska menannyakan pekerjaan ku. “Lepas pantai” jawab ku. “Laut...?” tanyanya lagi. Aku mengangguk. Cheska terdiam sejenak, kemudian ia berkata-kata lagi dalam bahasa Tagalog yang tidak ku mengerti. “Aku orang Indonesia” aku menjelaskan kepadanya dalam bahasa Inggeris. “O, ma’af kukira kamu orang Filipina juga” jawab Cheska tersipu. Aku memperlihatkan pasporku padanya. Cheska menilik-niliknya sebentar, kemudian dengan santun ia minta diri padaku karena harus melayani tamu yang lain.

Pasangan Raul mendekatiku, ia bercerita tentang Cheska. “Gadis itu” katanya, “sangat spesial disini”. “Maksud mu?” tanyaku. “Ia adalah permata yang tersimpan didalam gelas. Bisa di pandang, tak bisa di pegang” ia berandai-andai. “Kok gadis bar bisa begitu?” tanyaku penasaran. “Dia memang lain....” katanya lagi membuatku makin penasaran. “Lainnya...?”. “Dia mempunyai prinsip yang teguh!”. “Prinsip yang teguh?” tanyaku seolah pada diri sendiri. “Dia mahasiswi sebuah politehnik disini” pasangan Raul menjelaskan lagi. “Apa hubungannya mahasiswi dengan sentuh-sentuhan?” tanyaku bodoh. “Tanya sendiri sama dia !!!” pasangan Raul bosan meladeniku.

Menutupi perasaan malu akan kebodohan diri sendiri, lagi-lagi pandangan ku menyapu dekorasi gelap di dalam bar itu. Cheska sibuk mengantarkan minuman dari meja yang satu ke meja yang lain. Ia anggun, bersahaja dan cekatan dalam mengerjakan tugasnya. Ia berdiri dibawah lampu-lampu gantung yang berbentuk sabit itu. Aku menguap beberapa kali, hari menjelang tengah malam, mataku mulai mengantuk. Cahaya lampu di langit-langit tidak lagi ungu dan temaram dimataku kini, tetapi bersinar kemilau di permukaan kulit Cheska yang berdiri tepat dibawahnya. Pantulan cahaya itu begitu terang laksana pelita yang memancar dari celah dinding dimalam hari. Pelita itu berada di dalam gelas. Gelas itu bening, terang benderang seperti bintang yang berkilau. Pelita itu dinyalakan oleh minyak yang berkilau pula. Ia memantulkan cahaya meskipun belum dimakan api. Ia adalah minyak yang terbuat dari buah pepohonan yang diberkati, ia tidak tumbuh di timur dan tidak pula di barat, tetapi pohon zaitun yang tumbuh di bukit Thur Saina.

Aku terperangkap dalam pesona dan kharisma Cheska yang ia pancarkan padaku. Ku tundukkan wajah tatkala ia mendapatkan aku memperhatikannya dari kejauhan. Ia melemparkan sebuah senyum tipis di ujung bibir. Aku tercagak. Aku menemukan keagungan sebuah pribadi yang sempurna di sudut senyuman itu. Beribu-ribu pertanyaan menyemburat dari lubuk hatiku kini. Siapakah permata yang berkilauan ini? Aku mencoba menerka-nerka. Kalau berasal dari daratan ia mestilah zamrud ataupun safir yang mahal harganya, batinku. Bukan, pikiran keduaku menyangkal. Ia mesti berasal dari lautan.
*
Hari-hari ku kembali sibuk dengan urusan pekerjaan. Waktu ku sempit sekali untuk dapat menemui gadis yang telah merasuk kedalam alam bawah sadar ku ini. Hanya hubungan telepon dan sms yang mempereratkan persahabatan kami. ‘Datanglah, aku akan bercertita padamu’ pesannya suatu minggu pagi. Kami lantas bertemu di stasiun MRT City Hall, dibawah hotel Raffles yang menjulang tinggi itu. Masuk ke penyeberangan bawah tanah, keluar di pelataran hotel Marina. Menyeberang lagi, melintasi Esplanade gedung pertunjukan yang berbentuk durian, kami lantas menyusuri pantai Marina yang ramai orang memancing.

“Ceritakanlah!” pintaku, ketika Cheska terdiam memandang jauh ke lautan. Gadis itu kian mematung. Wajahnya yang putih bersih berubah menjadi merah. “Kenapa?” aku membimbingnya duduk disebuah bangku panjang di taman pantai itu.

“Aku telah kehilangan segalanya” katanya memulai. “Apa..?” tanyaku ingin tahu. “Laut itu telah mengambil segalanya”. “Mengambil apa....?” tanyaku. Cheska bercerita. “Pagi itu, ayah, ibu dan aku pergi ke tengah laut mencari tiram”. “Di pantai timur pulau Mindanao, Filipina Selatan” Ia menjelaskan. “Tengah hari mesin perahu rusak, ayah tidak dapat membetulkannya. Angin menghanyutkan kami ke lautan Pasifik” Cheska diam lagi. “Dan...dan....!” ia tersendat. “Dan apa??” tanyaku penasaran. “Badai itu datang...perahu kami terbalik, kami terlampar, ayah, ibu hilang ditelan gelombang” Cheska berurai airmata tak tertahankan. “Bagaimana kau bisa selamat?” tanyaku padanya, ketika Cheska sudah menguasai diri. “Aku melihat sinar yang kemerlap” katanya. “Sinar???” tanyaku lagi. “Ia, sinar!!” jawabnya. “Sinar apa itu?” tanyaku lagi. “Sinar yang memancar dari kuduk ikan lumba-lumba yang mendorong ku hingga ke pantai” Cheska menerawang jauh. “Kemudian...?” tanyaku. “Dan seorang nelayan menemukanku” jawab Cheska. “Lantas....?” tanyaku. “Aku di angkat menjadi anaknya, disekolahkannya hingga sa’at ini”.

Hatiku luruh mendengar pengalaman pahit gadis cantik yang duduk disamping ku ini. “Kok kamu bisa sampai ke Singapura dan bekerja di bar itu?” selidikku ingin tahu. “Aku mendapat bea siswa di sebuah politehnik di negeri ini” jawabnya. “Kerja di bar itu untuk tambahan biaya kuliahku saja” imbuhnya pelan. “Tidak ada pekerjaan lain?” tanya kulagi. “Belum dapat, masih mencari-cari” jawab Cheska sendu.

Terkenang lirikan manisnya malam itu, senyumnya yang tersungging di ujung bibir, serta perhatiannya padaku, membersitkan sebuah harapan di lubuk hati ini. Aku ingin mengungkapkan perasaanku padanya. Namun sebelum aku sempat merangkai kata. Seolah membaca pikiranku Cheska mendahului ku. “Bolehkan kalau aku berterus terang padamu?” tanyanya lemah lembut. “Maksudmu?” tanyaku dag dig dug. “Ingatkan malam itu aku mendekati meja mu?”. “Ya, aku ingat” jawabku. “Aku melirik kepadamu. Tapi kau menundukkan muka” sambungnya lagi. “Ya!” jawab ku lagi. “Sesungguhnya...” katanya terputus membuat hatiku kian berbuncah.. “Sesungguhnya apa?” aku ingin segera mendengar kata-kata itu. “Sesungguhnya, aku menyukaimu...!!!” tandas Cheska tegas. Wow! Pucuk dicinta ulam tiba batinku, aku bersorak sorai dalam hati. Namun belumlah usai kegembiraanku, Cheska menambahkan lagi. “Aku menyukaimu, tetapi....,,,,,,,,,” Ia berhenti disitu meninggalkan koma panjang yang tak tertutup. “Tetapi apa?” tanyaku. “Nanti kusambung lagi” katanya membuatku penasaran. “Kok begitu ...?” tanya ku. “Karena ceritaku belum habis kepadamu” jawab Cheska. “Teruskan kalau begitu” aku mempersilakannya.

Cheska melanjutkan ceritanya. “Orangtua angkat ku itu adalah keluarga muslim yang ta’at. Aku dibesar dan didiknya dengan nilai-nilai agama yang kuat” katanya datar. Oh! Pantas, aku mengingat-ingat. “Aku adalah seorang muslimah” lanjutnya mantap. Hatiku merasa bangga kepada gadis ini. Teringat pasangan Raul malam itu, aku menambahkan, “sesungguhnya kau adalah seorang muslimah yang memegang prinsip yang teguh”. Cheska tersipu. “Ah, aku hanya seorang gadis bar biasa” katanya pelan. Hati kecil ku berkata, tidak! Kau adalah gadis bar yang luar biasa.

Aku menatap kearahnya penuh penantian, koma panjang tadi belum lagi tersambung. Cheska bercerita kembali. “Kejadian itu sepuluh tahun yang lalu, aku baru berumur sembilan tahun. Hari libur, jadi aku ikut ayah dan ibu melaut. Aku senang ikut kelaut, karena aku suka melihat lumba-lumba yang susul menyusul” Cheska mengenang masa kecilnya. “Ibu ku masih muda kala itu” ia melanjutkan. “Dan ayahku.....” ia berhenti, menatapku tak berkedip. “Kira-kira seusia dengan mu sa’at ini” katanya kemudian. Lalu, diluar dugaanku ia kemudian bangkit dari kursi taman itu dan berdiri tepat didepan ku. “Dan...dan...” ia mulai lagi. “Dan apa..?” tanya ku tak mengerti. “Wajahnya mirip dengan mu” sembari tak melepaskan pandangannya dari wajahku. Oh! Aku tersedak, pantas, pantas, pantas....aku mengingat berkali-kali. Suasana hatiku kini berubah-rubah tak menentu, perasaan bahagia dan kecewa berpadu jadi satu.

“Makanya, aku menyukaimu tetapi......“ katanya terputus. “Tetapi apa ?” tanyaku lagi-lagi bodoh. “Tetapi, aku menyukaimu seperti aku menyukai almarhum ayah ku, daddy!!!!” sergahnya tegas dan manja. Lantas, dari dalam tasnya ia mengeluarkan telepon genggam yang ia tempelkan ketelinga ku. Lagu selamat ulang tahun berkumandang dari handphone itu. Sejenak aku tertegun, ya, hari ini ulang tahun ku yang ke 40. Aku sudah tua.

Menjelang senja, kami beranjak dari kursi taman itu. Gedung-gedung bertingkat memancarkan lampu-lampu gemerlap berwarna-warni. Aku meminta Cheska berdiri di depan simbol kota Singapura, yaitu patung singa yang menyemburkan air dari mulutnya itu. Ku tekan tombol kamera digital yang berada ditanganku, semburat cahaya memancar deras dari blitz kamera itu, ia memantul tajam di permukaan kulit Cheska yang berkilau bak mutiara.

Tak percaya apa yang ku lihat. Aku membidik kamera dan menekan tombol sekali lagi. Klik!.., mataku menjadi silau tak tertahankan, cahaya memancar diatas cahaya, terang bersinar diatas terang. Kulit Cheska kembali benderang memancarkan kilau mutiara.

Aku menerawang awan berarak di atas langit Singapura, mencari-cari dan bertanya-tanya. Alam bawah sadar ku lantas berkata, bahwa cahaya itu benar-benar berasal dari sebutir mutiara. Namun ia bukanlah mutiara biasa, tetapi ibu segala mutiara yang berada ditempat yang terjaga lagi terpelihara. Ia berada jauh di dasar lautan, di dalam Tiram yang tersembunyi. (Samudera Hindia, 05 Mei 2006).
****

Monday, March 12, 2007 | posted in | 0 comments [ More ]

P e n a r i L i a r

P e n a r i L i a r
Oleh Sugianto Thoha
(Email : sthoha@yahoo.com )

HINGAR BINGAR musik keras memekakkan gendang telinga. Muda-mudi melenggak-lenggokkan tubuh dibawah gemerlap lampu sorot yang berubah-ubah warna. Seorang gadis centil merangsek kesana kemari, tangannya menggapai-gapai, rambutnya mengibas-ngibas. Ia seperti kesurupan. Kadang ia mengerang, menjerit dan meraung menandingi volume sound system yang kian meninggi. Gadis itu menari liar sekali.

Ruang bundar gedung diskotik yang berada di kaki bukit Hon Heo di desa Ninh Phuoc Vietnam Selatan ini tidak begitu besar. Ia hanya cukup untuk anak surau mengaji. Ada lorong sempit menuju ke kamar mandi. Kamar mandi laki-laki disebelah kiri bertuliskan ‘Nam’ dan perempuan ‘Nu’di sebelah kanan. Dipertengahan lorong ditabiri hordeng berwarna biru tua yang berbelah tengah.

Aku duduk di sofa empuk di dalam diskotik itu. Iseng, sms Panca dari Linggau Pos ku baca ulang ‘kalo biso sisi kehidupan malam om’ tulisnya. ‘Ya. Aku sedang melakukannya’ jawabku dalam hati sembari memijit bahuku yang ngilu hingga ke dasar tulang. Barusan di lorong wc itu aku bertabrakan dengan si penari liar. Dia mau keluar aku bergegas masuk. Salah jalur, aku berjalan di sebelah kiri seperti kebiasaan di Indonesia. “Ma’af...” ucapku sopan gaya Yogya. Gadis itu mendelik, bola matanya membesar seperti rahwana. “Ma’af, ma’af....!” katanya ketus. Aku mulai salah tingkah, takut-takut dituduh mau memperkosa. Namun, sejurus kemudian kekhawatiranku muncrat laksana botol champagne yang ditinggalkan gabus “belikan aku minuman, baru kuma’afkan kamu...!” katanya bercanda. Nah! Ini yang aku suka. Aku manut-manut tanda setuju. Kali ini kupakai gaya Simpang Semambang.

Perkenalan yang menyakitkan itu terus berlanjut. Rutin aku mengapeli si centil di diskotik itu. Namanya Thai Thi MyLinh, seret di lidah, aku memanggilnya Lina saja. Katanya sih, babenya orang terkaya di daerah ini. Dulu dia tidak pernah datang kemari. Baru-baru ini saja. Nyeeessss, seperti terjatuh di puncak Jayawijaya, hatiku sejuk bak didalam kulkas. Aku dapat barang baru nih....!

Kami sudah berbicara hati ke hati. Dia tanya kok aku tidak pakai cincin kawin. Yang kawin aku, bukan cincin. Jawabku sekenanya. “Benar kau sudah bekeluarga...?” ia memastikan. “Iya......” jawab ku. Dia menatap wajahku lurus. Aku deg-degan gede rasa. Oh! Neknang (kakek), puji ku dalam hati, ilmu warisanmu masih manjur juga hingga hari segini.
“Pelaut yang datang kesini selalunya mengaku bujangan. Ataupun pisah ranjang” kata Lina. “Iya” jawabku, “dipisahkan oleh lautan yang beribu-ribu mil jaraknya”. Lina menahan tawa. “Apa kau bersikap lain didepan anak-anakmu...?” pertanyaan yang tak pernah kusangka-sangka. “Maksud mu?” aku tidak mengerti. “Seperti sikap dibuat-buat agar terkesan kau seorang ayah yang baik, alim dan berbudi luhur di depan mereka?” paparnya panjang. Aku berpikir sejenak, meraba-raba arah pembicaraan si cantik ini. Lalu menggeleng, “tidak, aku biasa-biasa saja” kataku. “Kau tidak menipu anak-anak mu dengan sikap mu kan?”. “Sudah jelas tidak dong. Aku bersikap apa adanya” jawab ku agak tersinggung. Lina tercenung beberapa sa’at. Aku tak tahu apa yang ada di benaknya.

Dia beranjak menuju lantai disko meninggalkanku. Aku kemudian jadi sentimentil dan hanyut dalam perasaan sendiri. Betapa gemerlapnya kehidupan malam disini. Dan betapa gelapnya kehidupan malam di dusunku. Tidak ada listrik dan fasilitas hiburan. Bukan itu saja, jalan kesana seperti bubur kertas milik PT Tel di Tanjung Enim tatkala musim hujan.

Aku jadi miris memikirkan dusunku itu. Teman dari kota meledek seperti ini, “kalau saja ‘orang itu’ bersembunyi disini, dia tidak akan pernah tertangkap oleh mereka” katanya. “Sekarang ‘orang itu’ harus mencuci kolor sendiri, tidur di ruangan pengap dan tangan diborgol dikursi pesakitan” ia diam menunggu reaksiku.
“Siapa? tanya ku ingin tahu.
“Saddam Hussein” jawabnya tak berdosa. “Ooooo.....” aku melongoh seperti kambing betina lagi berahi. “Barangkali Osama bin Laden tengah bersembunyi di Lubuk Pauh, ya....?” pikirku mengira-ngira.

Dusunku yang kumaksud adalah Binjai, mencangking ringkih di bibir sungai Musi, satu jam bersekoci dari Muara Kelingi, kalau kipas tidak tersangkut sampah yang dibuang penduduk sembarangan ke dalam sungai. Lubuk Pauh berjarak sekitar setengah hari berbiduk sumbing mudik ke hulu. Ya, memang itulah alat transportasi disana, terbukti handal di zaman nabi Nuh. Transportasi darat tidak pernah ada sejak bermulanya sejarah umat manusia.

Di ujung jalan aspal. Di pangkal jalan tanah yang menuju kedusunku terdapat perkampungan orang Bali. Jalan disitu becek dimusim kemarau dan banjir di musim penghujan. Diatas tanah yang agak meninggi, terdapat pura kecil tempat orang Bali bersembahyang. Tempat itu sepi dan sedikit angker. Kata orang-orang yang percaya, disitu berdiam komunitas para lelembut dan dedemit yang sering meminta sesembahan.

PESAWAT yang ditumpangi Hoa telah tinggal landas dari bandara Kam Ranh menuju Ho Chi Minh City. Dari sana ia akan naik pesawat lain menuju Tokyo. Hoa telah meninggalkan aku untuk Merengkuh Rembulan-nya

Taksi yang kusewa meninggalkan bandara. Semenanjung Kam Ranh senja ini lengang sekali. Burung camar tak nampak di awang-awang. Siluet perahu nelayan di dalam teluk sudah mulai kehilangan garis. Warna jingga tidak lagi dominan.

Taksi makin melaju, diskotik yang kusebut diatas sudah terlewati. Perjalanan mulai tidak terasa nyaman. Jalan mulus sudah berakhir, kini memasuki jalan tanah bebatuan. Sebuah kuil pemujaan menyanggong kumuh ditepi tikungan yang baru kami masuki. Orang-orang berkerumun memberi sesajian. Deru motor anak-anak muda mengganggu kekhusyukan orang-orang yang bersembahyang. Kata sopir, lewat tengah malam tambah banyak lagi anak muda balapan di jalan itu.

Sopir tiba-tiba menggumam “syukur..?” ucapnya setengah tak bersuara. “Apanya yang syukur?” tanyaku. “Orang-orang di kuil itu mengucapkan syukur kepada Dewata” katanya pelan. “Kenapa?” tanya ku penasaran. “Sebab Dewata telah mendengar do’a-do’a mereka”. “Do’a apa..?” tanya ku lagi. “Sekarang dia sudah ditangkap dan masuk penjara” sopir itu melanjutkan lagi. “Siapa ?” tanyaku makin tak mengerti. “Orang Besar daerah ini”. “Kenapa” cecar ku penasaran.“Dia telah mengkorup dana pembangunan jalan yang melintasi kuil ini. Kau lihat sendiri jalan ini tidak beraspalkan?” jelasnya berapi-api. Aku baru mengerti duduk persoalannya.

KANGKUNG hijau tumis terasi menu makan siang tadi membuat kuap ku gencar tak terbendung. Aku menggigil di tengah jalan berkubang di depan pura di kampung Bali. Lina berpegang teguh dibahu kiriku. Aku mendongak tiga puluh derajat meladeni dua orang lelaki yang menjulang didepanku. Ubun-ubun mereka menjejas dahan-dahan karet yang menaungi badan jalan. Yang satu berkulit putih berwajah klimis, mengenakan pakaian adat Bali. Yang satu lagi berkulit hitam legam seperti negro, setengah telanjang. “Kami adalah lelembut dan dedemit” mereka mengenalkan diri dengan suara menggema.

“Bawalah dia kepembaringanmu dan dekap hingga esok pagi. Jangan kau lepaskan!” perintah si kulit putih tiba-tiba. “Tapi tuan....” jawabku terbata-bata. “Kenapa..?” tanyanya. “Dia kan bukan isteriku, mana mungkin aku mendekapnya” jawabku lagi. “Hai, tolol!” hardiknya. “Abaikan norma. Tinggalkan hukum. Selamat kan dia”. “Sekarang juga!”. “Tapi....tapi..ta..p.i....” aku terbata-bata.
“Janganlah kau berbuat maksiat, hai anak muda..” si kulit hitam berkata lembut menyejukkan hati, ekor matanya ia kerlingkan kearah si kulit putih tatkala berkata begitu. “Jangan percaya!. Dia adalah penipu” si kulit putih melengking. “Apakah ada penipu yang mencegah seseorang berbuat kebatilan, hai anak muda...?” tanya si kulit hitam padaku. Aku menggeleng. “Berikanlah gadis itu padaku, kalau begitu” pintanya pelan. Aku mulai gamang, jangan-jangan si kulit putih adalah srigala berbulu domba, sedangkan sikulit hitam adalah domba berbulu srigala, batinku.

“Kalau kau memberikan gadis itu, aku akan memberimu hadiah” bujuk si kulit hitam meyakinkan. “Aku akan baguskan jalan ini untuk orang-orang dusun mu. Penjualan hasil karet, sawit dan transportasi ke kota akan lancar tanpa hambatan. Pikirkan itu anak muda...!” si kulit hitam menggoyahkan pendirianku. Aku melirik Lina disamping. Ia merenggangkan pegangannya. Aku melepas perlahan. Secepat kilat si kulit hitam merenggut Lina dari sisiku. “Tidaaaaaaakkkkkkk......” aku terpekik. Teman-teman terkejut mendengar aku mengigau selepas makan siang. Apa takwil mimpi itu ........? Aku tak berani mengira-ngira.

TEMAN-TEMANnya bilang, selain anak orang kaya Lina sangat religius. Ia selalu ke kuil ketika pergi maupun pulang dari diskotik. Mulanya aku tak percaya. Cewek diskotik kok alim sih! Tapi malam ini aku harus percaya..........

Aku memang tidak tahu. Dan iseng aku bertanya tentang orang tua Lina. “Kau jangan meledekku..!” deliknya tiba-tiba. “Aku tidak meledekmu, honey!” jawab ku tak kalah sengit. Dengan sedikit dibule-bulekan. “Semua orang disini sudah tau!” tandasnya. “Tahu apa...?” tanyaku bego, memang tidak ada yang memberi tahu. “Bapak ku adalah koruptor yang tertangkap dua minggu yang lalu. Tahu ...!!?” ia melotot kearahku. “Haaahh......!” aku terlonjak dari sofa empuk diskotik itu. Lonjakan itu begitu bertenaga, laksana roket Rusia yang tinggal landas di Kazakhstan. Perasaan ada gas pendorong yang keluar bersama lonjakan ku tadi. Kusempat-sempatkan menitip salam, Priviet Dorogaya, dalam bahasa Rusia, untuk seseorang yang baru ber ultah ke-25 di Almaty.. Moya Lyubov Nasto Yaziya. Tambah sedikit lagi, biar lebih keren. He...he...he.....!

Lina mulai sesenggukan. Ku rogoh sapu tangan dari kantong celana. Kucium dulu, takut bau terasi siang tadi lengket disitu. Ku ulurkan kearahnya dengan gaya Surakarta. Tapi aku ditepisnya dengan gaya Batu Gajah. Oh! My God. Aku meniru puteri bungsuku Icha murid sekolah dasar yang keranjingan berbahasa Inggeris, please help me, aku sudah kehabisan gaya.

“Aku mengerti Lina, kau sedih karena ayahmu di penjara” celotehku sekenanya, mencari simpati. Diluar dugaan, ia beranjak dari tempat duduknya dan “T.I..D..A...A...A....A.....K..K”, ia menggebrak meja. Gelas minuman terloncat kebawah. Isinya membasahi sepatu kets ku yang petang tadi baru ku lem pakai super glue. Orang-orang melongoh kearah kami, mulut-mulut berbentuk O besar menganga kesatu arah. Seperti isteriku yang nonton aktris cantik, yang dimarahin emaknya, yang mengepit ayam jago dari Lampung, di acara infotainment.

“Aku tidak sedih ayahku masuk penjara. Karena itu memang kesalahannya” cetus Lina yang mulai cool, istilah anak sekarang. Aku diam saja tidak berani berkomentar. “Yang aku tidak terima, dia telah membohongi diriku, seumur hidupku”. Dia mengambil nafas sejenak. “Sembilan belas tahun dia berakting sebagai paderi didepan mataku. Dia membangun altar besar di ruang tamu. Patung Dewa setinggi kepala. Tiap hari kami menyalakan gahru.......” Lina seolah berbicara kepada dirinya sendiri. “Tapi kini, dia mengkhianati itu semua....dia korupsi.!!!!” “Dia seorang munafik!!!!”. “Aku telah kehilangan figur...!” Lina berapi-api. “Aku malu kepada Dewa” lirih Lina menyeka air mata. “Aku ingin memberikan hidupku untuk Nya”. “Selamanya”.

Pukul dua pagi, diskotik segera ditutup. Tanpa kata, Lina ngebut dengan motor bebeknya. Aku membuntutinya. Jalan aspal sudah habis. Lampu merah belakang naik turun laksana pompa angguk di lapangan minyak Prabumulih. Lina sudah berada di jalanan tanah. Deru motor anak muda mengaum-ngaum. Menikung, Lina memperlambat laju motornya, bermaksud belok kekiri. Terlambat, GEDUBRAKkkkkkkkkkk..........! Lina di tabrak dari belakang. Motornya merangsek entah kemana. Lina terpelanting ke dalam kuil. Tubuhnya mendarat di pelukan Dewa yang tersenyum. Penari itu kini tidak liar lagi. Ia pasrah, diam dan mati, dijalanan yang di korupsi oleh ayahnya sendiri.

Penasaran takwil mimpi kemarin, ku hubungi orang dusun. Adikku mengirim sms, JALAN KE BINJAI TERSAPU BANJIR. “Dasar dedemit...!” aku memaki. Si kulit hitam telah menipuku..........

Monday, February 26, 2007 | posted in | 2 comments [ More ]

Dipojok Silampari....

Jika anda pernah ke daerah Sumatra Selatan, tepatnya di kabupaten Musi Rawas maka sebenarnya anda sudah singgah di bumi Silampari. Bumi nan cindo dengan bukit sulapnya yang kokoh nan megah.

Oh Silampari.. Aku rindu padamu hanya itu yang terbesit dipikiranku ketika mencoba memulai pembuatan blog ini. Pikiranku seolah kembali ke masa lalu ketika aku masih sekolah. ya.... dulu aku sekolah dan kost tepat di kaki bukit sulap. Kali serayu yang asri sekitar 100 M dari tempat sekolahku MAN I.

Selama dua tahun aku sekolah disana,walaupun akhirnya aku di usir pada kenaikan kelas III, sebuah keputusan bijak pak Romli Cek Agus, entah bagaimana keadaaan pak Romli sekarang? kabar terakhir yang aku terima dia sudah kembali ke departemen agama disana. Aku tidak tertarik membahas kontroversiku dengan Pak Romli dkk. Mungkin kalo berminat tau tanyakan saja sama Dia tapi saya sarankan jangan di rumahnya soalnya di rumahnya ga ada air minum, ntar kehausan.

Oh ya.. Sebenarnya orang tuaku tinggal jauh dari kota silampari, butuh waktu 2 jam dengan kendaraan L300 untuk sampai disana, itu kalo jalannya lagi bagus kalo lagi sial ya ...., L300 adalah jenis kendaraan khas desaku dengan aroma karetnya yang ... duh jadi pingin pulang....

Dari zaman dulu, jauh sebelum aku lahir memang keadaanya selalu sama kalo musim penghujan di Jakarta akan dilanda banjir kalo ditempatku jalan untuk keluar masuk desaku bak lumpur porong cuma ini ga panas, sehingga sulit untuk dilalui kecuali berjalan kaki dengan resiko bermandikan lumpur.. beberapa waktu lalu aku sempat membaca headline sebuah berita: "Warga desa Binjai terisolasi selama tiga Bulan", aku coba baca lebih detail ternyata jembatan menuju kesana sudah tidak mungkin dilewati". Aku cuma bisa berucap apalagi yang akan menyengsarakanmu kawan ???

Desa yang kumaksud adalah desa Binjai, tetangganya Lubuk Pauh dan Pulau Panggung, Nama desaku sendiri sangat terkenal di daerah Sumatera Utara karena sama dengan nama kabupaten disana. Semasa kuliah beberapa orang temanku berasal dari Binjai Sumut, ini membuatku sedikit bangga dan merasa satu keluarga dengan mereka, gak Kampungan banget gitu...lumayan nebeng nama..

Beberapa orang di kantorku tidak pernah percaya dengan keadaan desaku, masak sih masih ada yang kayak gitu? salah seorang temanku berkata, ah itu mah masih ada yang lebih parah ucapku dalam hati, emang ga pernah dibangun? temanku mencoba meyakinkan bahwa kenyataan itu tidak benar adanya. aku cuma bisa tersenyum. Senyum yang cuma aku sendiri yang tahu artinya..

Binjai...
Aku tahu engkau menginginkan seperti mereka.... (Tapi kapan pak PU ??)
Aku tahu engkau ingin menerangi sungaimu yang deras mengalir ( kapan pak PLN)
mungkin nanti.. mungkin nanti, tetaplah kau dipojok Silampari......

Saturday, February 24, 2007 | posted in | 3 comments [ More ]

Label Cloud